Zamrun Tuding Anggota Senat Eks Officio “Menggunting dalam lipatan”? Pilrek UHO Dihantui Drama Tekanan dan Dugaan Tim Sukses Terselubung
KENDARI — Pemilihan Rektor Universitas Halu Oleo (UHO) Periode 2025–2029 tak hanya menjadi peristiwa akademik biasa. Ia telah menjelma menjadi drama kampus penuh intrik, dugaan tekanan politik internal, hingga tudingan pengkhianatan terselubung. Sang petahana, Rektor Muhammad Zamrun, dikabarkan kecewa berat atas hasil pemilihan putaran pertama yang tidak berpihak padanya. Bahkan, ia diduga melontarkan tudingan serius kepada sejumlah anggota Senat Eks Officio yang tidak memilih calon jagoannya, Armid.
Dalam narasi yang berkembang luas di kalangan internal kampus, Zamrun menuding beberapa anggota Senat Eks Officio telah "menggunting dalam lipatan"—sebuah perumpamaan yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti tindakan licik dan penuh pengkhianatan secara diam-diam. Tuduhan itu mencuat setelah suara yang diperoleh Armid dalam putaran pertama ternyata jauh dari target yang dibayangkan Zamrun.
Zamrun yang selama ini dikenal sangat ambisius mempertahankan pengaruhnya, disebut-sebut sempat mematok target suara senat mencapai 38 hingga 40 suara agar bisa menandingi dominasi suara dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang memiliki bobot 35 persen. Namun hasil justru tak sesuai harapan. Kekecewaan itu kemudian berbuah tekanan demi tekanan, terutama kepada anggota Senat Eks Officio, agar pada putaran kedua mereka mengalihkan dukungan penuh ke Armid.
Dugaan Panitia Pilrek Rangkap Tim Sukses?
Di tengah kontroversi tersebut, sorotan tajam juga mengarah pada Panitia Pemilihan Rektor (Pilrek) yang dibentuk berdasarkan hasil rapat senat pada 10 April 2025. Panitia ini diperkuat secara administratif melalui SK Rektor UHO Nomor 745/UN29/2025 yang ditandatangani sendiri oleh Zamrun. Tercatat ada sembilan anggota panitia yang terdiri dari tujuh perwakilan senat dan dua tenaga kependidikan.
Namun, publik kampus bertanya-tanya: netralkah panitia ini? Sejumlah pihak mengendus adanya indikasi bahwa panitia Pilrek justru menjadi "kendaraan politik" untuk mendukung satu kandidat, yakni Armid. Jadwal tahapan pemilihan yang sangat singkat dan minim sosialisasi juga dianggap sebagai manuver terselubung untuk mempersempit ruang gerak calon-calon lain agar tidak memiliki cukup waktu untuk membangun basis dukungan.
“Sangat tidak sehat kalau panitia yang seharusnya netral justru diduga punya kedekatan khusus dengan salah satu calon. Ini mencederai semangat demokrasi kampus,” ujar salah satu akademisi UHO yang enggan disebutkan namanya.
Tekanan Melalui Jalur Isteri dan Keluarga?
Yang lebih mengejutkan lagi, kabar beredar bahwa tekanan kepada anggota senat tidak hanya dilakukan secara langsung, tetapi juga lewat jalur personal—bahkan melibatkan para istri anggota Senat Eks Officio. Dalam situasi yang tidak wajar, disebutkan bahwa Zamrun mencari celah melalui kerabat dekat agar dapat memengaruhi pilihan para senator.
Bahkan, ada anggota senat yang mengaku telah mengganti nomor telepon pribadinya agar tidak terus dihubungi, namun tetap mendapat tekanan melalui saudara atau pihak keluarga lainnya.
“Ini bukan lagi soal kompetisi sehat. Ini sudah masuk ke ranah intimidasi personal. Kalau seorang petahana merasa terancam kekuasaannya, harusnya dia introspeksi, bukan malah menekan orang-orang,” ucap sumber lain dari kalangan dosen senior.
Situasi ini menciptakan atmosfer tidak nyaman di kalangan civitas akademika UHO. Banyak yang merasa bahwa pemilihan rektor kali ini kehilangan marwah ilmiahnya. Alih-alih menjadi ajang adu gagasan dan rekam jejak akademik, proses pemilihan justru dibumbui tekanan, dugaan pengkhianatan, dan konflik kepentingan.
Kini, menjelang putaran kedua pemilihan rektor, sorotan publik makin tajam. Pertanyaan yang menggema di kampus terbesar di Sulawesi Tenggara ini adalah: akankah demokrasi akademik tetap dijunjung, atau justru dikalahkan oleh ambisi kekuasaan?
Penulis: Rahman
Editor: Arif