Di Balik Ambisi Kursi Rektor UHO: Ada Cerita Gelap?
![]() |
Foto: Ilustrasi Selingkuh Siluet |
Kendari – Menjelang Pemilihan
Rektor Universitas Halu Oleo (UHO) periode 2025–2029, atmosfer akademik yang
seharusnya dipenuhi diskusi mengenai visi, misi, dan rencana strategis para
calon pemimpin kampus, justru diwarnai oleh beredarnya isu-isu sensitif yang cukup
menghebohkan.
Sejumlah kabar yang tak sedap berembus di lingkungan sivitas akademika UHO maupun masyarakat Sulawesi Tenggara. Isu tersebut menyasar salah satu calon rektor yang disebut-sebut memiliki rekam jejak pribadi yang dinilai bertolak belakang dengan nilai-nilai moral dan integritas akademik. Dugaan itu mencuat ke ruang publik, menjadi percakapan hangat di berbagai sudut kampus, grup diskusi, hingga media sosial.
Dalam rangka menelusuri kebenaran kabar tersebut, tim redaksi mencoba menghimpun sejumlah informasi dari berbagai sumber yang enggan disebutkan identitasnya demi menjaga kerahasiaan dan etika jurnalistik. Salah satu isu yang paling banyak dibicarakan adalah adanya salah satu calon Rektor yang diduga memiliki hubungan personal tidak semestinya antara calon rektor dengan perempuan berinisial E yang juga berada di lingkungan UHO. Bahkan, secara informal, disebutkan bahwa dari hubungan tersebut telah lahir seorang anak.
Tak berhenti di situ, terdapat pula informasi yang menyebut bahwa sosok calon rektor yang sama dikabarkan pernah menjalin relasi emosional dengan seorang perempuan berinisial SS di Universitas D, yang berdomisili di Pulau Jawa. Mereka disebut-sebut berkenalan saat menjalani studi pascasarjana. Konon, hubungan tersebut menjadi pemicu konflik rumah tangga SS yang kala itu telah bersuami. Informasi yang beredar menyebut bahwa konflik itu akhirnya berujung pada perceraian. Diisukan juga bahwa Calon Rektor tersebut suka memasuki Tempat Hiburan Malam (THM).
Kendati demikian, semua informasi tersebut belum dapat dipastikan kebenarannya secara faktual. Tidak ada pernyataan resmi dari pihak terkait yang dapat dijadikan dasar hukum atau klarifikasi yang sah. Oleh karena itu, publik diimbau untuk tetap berhati-hati dalam menyerap dan menyebarkan informasi, agar tidak terjerumus dalam penyebaran hoaks atau fitnah yang bisa berimplikasi hukum.
Namun demikian, isu ini telah memantik kekhawatiran di kalangan masyarakat kampus. Banyak yang mulai mempertanyakan kredibilitas dan integritas para calon rektor, khususnya jika rumor tersebut terbukti benar, maka para anggota senat yang akan memilih patut dipertanyakan integritasnya dan ikut bertanggung jawab karena akan memilih sosok calon Rektor yang cacat moral dan tidak berintegritas.“Kami tidak ingin kampus ini dipimpin oleh figur yang bermasalah secara moral. Kita butuh pemimpin yang bisa jadi teladan, bukan sekadar pintar, tapi juga bersih dan berkarakter,” ungkap salah satu akademisi UHO yang meminta identitasnya tidak diungkap.
Situasi ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi panitia pemilihan rektor, senator maupun pihak-pihak yang memiliki kewenangan dalam menentukan arah kepemimpinan UHO ke depan. Apalagi, proses pemilihan rektor di kampus negeri seperti UHO melibatkan suara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia sebanyak 35%.
Dalam konteks ini, nama Prof. Brian Yuliarto, Ph.D., selaku pejabat yang berwenang dalam kebijakan pemilihan rektor, turut menjadi sorotan. Banyak pihak berharap agar Kementerian tidak hanya mempertimbangkan aspek administratif dan akademik semata, namun juga melakukan verifikasi yang mendalam terhadap rekam jejak etika moral dan integritas para calon rektor.
Sebab, posisi rektor bukan hanya jabatan struktural, tetapi simbol moral dan arah kebijakan akademik sebuah institusi pendidikan tinggi. Ketika figur yang dipilih tidak memiliki integritas baik, maka akan berdampak serius pada tata kelola kampus, suasana akademik, bahkan reputasi UHO secara keseluruhan.
Oleh karena itu, publik kampus berharap agar proses seleksi kali ini menjadi momentum pembenahan. Klarifikasi terbuka dari calon-calon yang diterpa isu perlu diberikan sebagai bagian dari transparansi dan komitmen terhadap etika akademik. Sementara itu, pihak kementerian diharapkan mampu mengambil langkah-langkah strategis agar keputusan yang diambil tidak mencederai marwah universitas.
Pemilihan rektor bukan sekadar soal siapa yang menang dalam perolehan suara, tetapi tentang siapa yang benar-benar layak memimpin, menjaga, dan membangun citra UHO sebagai perguruan tinggi yang bermartabat, beradab, dan menjunjung tinggi nilai-nilai keilmuan serta etika publik. ***)