Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tekanan Politik Kampus Kian Mencekam, Integritas Akademik Dipertaruhkan

Framing NewsTV - Proses pemilihan Rektor Universitas Halu Oleo (UHO) periode 2025–2029 kembali memicu polemik. Muhammad Zamrun, rektor petahana yang tak bisa mencalonkan diri lagi, disebut-sebut berada di balik manuver keras demi memastikan kandidat pilihannya, Armid, melenggang ke kursi rektor. Ketegangan mencuat ke permukaan setelah Armid hanya meraih 32 suara dalam putaran pemilihan tiga besar, sebuah angka yang dinilai jauh dari ekspektasi kubu Zamrun.
 
Tekanan Terhadap Anggota Senat Eks Officio Meningkat
Menurut sejumlah sumber internal yang enggan disebutkan namanya, tekanan terhadap anggota senat eks officio meningkat drastis usai pemilihan tiga besar. Beberapa anggota bahkan mengaku diminta untuk menyatakan sumpah setia, dan dalam situasi ekstrem, disuruh membaca dua kalimat syahadat sebagai bentuk “pengikat komitmen” untuk memilih Armid di putaran kedua. Praktik ini dinilai sangat tidak etis dan mencoreng marwah akademik.

"Ini bukan lagi politik kampus biasa. Ini sudah masuk ke ranah tekanan psikologis dan manipulasi spiritual," ungkap salah satu sumber dari kalangan dosen senior yang mengetahui dinamika tersebut. Ia menyebutkan bahwa situasi ini menciptakan ketegangan tinggi di kalangan civitas akademika.
 
Target 40 Suara: Misi yang Gagal di Tahap Awal
Berdasarkan informasi yang beredar luas di kalangan senat, Muhammad Zamrun sejak awal telah mematok target 40 suara dari total 49 anggota senat untuk memenangkan Armid secara mutlak. Langkah ini dinilai strategis untuk melampaui bobot suara Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang memiliki hak suara sebesar 35 persen dalam pemilihan rektor.

Namun, strategi itu tampaknya tidak berjalan sesuai rencana. Dalam pemilihan tiga besar, Armid hanya mampu memperoleh 32 suara. Perolehan ini menimbulkan guncangan besar di kubu Zamrun, yang sejak awal ingin menunjukkan dominasi penuh dalam pemilihan. Kegagalan memenuhi target 40 suara menjadi pukulan telak.
 
Zamrun Meledak, Pintu Ruangan Dibanting?
Kekecewaan Muhammad Zamrun atas hasil pemilihan disebut tak terbendung. Beberapa informasi yang dihimpun tim redaksi, bahwa Zamrun meluapkan amarahnya dengan cara yang tak biasa. Ia disebut marah besar, bahkan membanting pintu ruang kerjanya. 

Reaksi berlebihan ini sontak memicu keprihatinan di kalangan akademisi. Mereka menilai bahwa seorang pemimpin akademik seharusnya mampu menunjukkan ketenangan dan kedewasaan dalam menghadapi dinamika demokrasi kampus.
 
Civitas Akademika Resah, Integritas Pemilihan Dipertanyakan
Situasi panas ini menimbulkan keresahan luas di kalangan civitas akademika UHO. Beberapa pihak mulai mempertanyakan integritas pemilihan rektor, yang seharusnya berjalan secara demokratis dan tanpa tekanan. Penggunaan pengaruh, intimidasi moral, dan eksploitasi simbol keagamaan demi tujuan politik kampus dinilai sebagai kemunduran serius dalam praktik tata kelola perguruan tinggi.

“Kalau tekanan seperti ini dibiarkan, maka demokrasi kampus akan mati pelan-pelan. Ini bukan hanya soal siapa yang menang, tapi bagaimana kita menjaga marwah institusi pendidikan tinggi,” ujar seorang akademisi UHO yang turut mengikuti dan memantau proses pelaksanaan pemilihan.
 
Mampukah UHO Menjaga Netralitas dan Etika Akademik?
Pertanyaan besar kini menggantung di udara: Apakah kampus sebesar Universitas Halu Oleo akan terus membiarkan praktik-praktik yang mencederai demokrasi dan netralitas akademik? Apakah senat akan tunduk pada tekanan politik internal, atau justru mampu berdiri tegak menjaga independensinya?

Sementara putaran kedua pemilihan semakin dekat, sorotan publik dan kalangan akademisi nasional tertuju pada UHO. Pemilihan ini tak lagi sekadar ajang memilih rektor-melainkan pertaruhan integritas sebuah institusi pendidikan tinggi di Indonesia Timur.

Penulis: Rahman
Editor: Arif