Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KPK OTT Bupati Ponorogo Sugiri: Suap Jabatan, Proyek RSUD, dan Gratifikasi



Jakarta, Framing NewsTV - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan penetapan empat tersangka dalam kasus korupsi yang terjadi di Kabupaten Ponorogo. Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada awal November membuka praktik jual beli jabatan, suap proyek pembangunan di RSUD dr. Harjono, hingga penerimaan gratifikasi yang melibatkan jajaran pimpinan daerah. Para tersangka tersebut adalah Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (SUG), Sekretaris Daerah Ponorogo Agus Pramono (AGP), Direktur RSUD dr. Harjono Ponorogo Yunus Mahatma (YUM), dan Sucipto (SC) selaku pihak swasta rekanan rumah sakit.

Dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa kasus ini berakar dari budaya koruptif yang telah mengakar di lingkungan birokrasi Ponorogo. Ia menyebut bahwa menjelang akhir masa jabatan, proses evaluasi pejabat seharusnya dilakukan secara profesional berdasarkan kompetensi. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Pejabat kompeten merasa terancam kehilangan posisi hanya karena tidak menyetor uang kepada atasan. 

“Yang terjadi di Ponorogo, pada masa akhir jabatan seharusnya dilakukan evaluasi apakah pejabat tersebut kompeten atau tidak. Tapi yang terjadi, siapapun yang berkompeten tetap was-was karena tidak ada jaminan sistem. Kemudian terjadilah jual beli jabatan,” ujar Asep.

Menurut Asep, praktik jual beli jabatan tersebut berlangsung sistematis. Harga jabatan ditentukan bukan berdasarkan kapasitas dan kinerja, melainkan seberapa besar uang yang dapat diberikan calon pejabat kepada pihak tertentu. 

“Yang terjadi bukan kompetisi kemampuan, tapi kompetisi seberapa besar uang yang diberikan,” tegasnya.


KPK menemukan setidaknya tiga klaster utama dalam perkara ini. Pertama, dugaan suap terkait pengurusan dan promosi jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo. Kedua, suap terkait proyek pekerjaan di RSUD dr. Harjono Ponorogo. Ketiga, dugaan penerimaan gratifikasi oleh sejumlah pejabat. Penelusuran KPK menunjukkan bahwa aliran dana tidak hanya mengalir untuk mendapatkan posisi strategis, tetapi juga untuk memperlancar proyek-proyek pembangunan rumah sakit yang menggunakan anggaran negara.

Dalam penyelidikan, KPK menemukan bukti keterlibatan langsung para tersangka dalam memuluskan proses pengangkatan jabatan dan penunjukan rekanan proyek tertentu. Asep Guntur menyampaikan bahwa alat bukti berupa rekaman komunikasi, dokumen transaksi, serta keterangan saksi telah menguatkan konstruksi perkara sehingga penetapan tersangka dapat dilakukan. 

“KPK menetapkan empat orang tersangka setelah ditemukan kecukupan alat bukti,” jelasnya.

Peran Para Tersangka

Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko diduga menjadi aktor sentral dalam skema jual beli jabatan dan suap proyek RSUD. Ia menjabat sebagai Bupati periode 2021–2025 dan telah kembali terpilih untuk periode 2025–2030. Dalam posisinya, Sugiri memiliki kewenangan penuh dalam menentukan pejabat di eselon dua dan tiga, termasuk memberikan persetujuan pada proyek strategis daerah, salah satunya pembangunan fasilitas RSUD.

Sekretaris Daerah Ponorogo Agus Pramono, yang telah menjabat sejak 2012, diduga berperan dalam mengoordinasikan proses pengumpulan uang dari pejabat yang ingin menduduki posisi tertentu. Ia juga ditengarai menjadi perantara antara pejabat yang membayar dan bupati.

Direktur RSUD dr. Harjono, Yunus Mahatma, terlibat dalam proyek pekerjaan rumah sakit. Ia diduga menerima suap dari para rekanan untuk memenangkan paket tender tertentu, terutama pekerjaan pembangunan fasilitas RSUD tahun anggaran berjalan.

Sucipto, pihak swasta rekanan RSUD Ponorogo, berperan sebagai pemberi suap untuk mendapatkan proyek. Ia menjadi bagian dari jaringan kontraktor yang diduga rutin menyetor sejumlah uang kepada pejabat RSUD dan Pemerintah Kabupaten Ponorogo.

Pasal yang Dilanggar

KPK mengenakan sejumlah pasal kepada para tersangka berdasarkan tingkat keterlibatan mereka. Sugiri Sancoko dan Yunus Mahatma diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, dan Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Agus Pramono dijerat dengan pasal yang sama, yakni Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, serta Pasal 12B UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara itu, Sucipto dikenai Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b serta Pasal 13 UU Tipikor terkait pemberian suap kepada pejabat negara.

Berdasarkan perhitungan awal penyidik, kerugian negara dalam perkara ini mencapai sekitar 1,2 miliar rupiah. Nilai tersebut diduga masih dapat bertambah mengingat penyidikan masih berlangsung dan KPK masih menelusuri aliran dana lain yang berkaitan dengan proyek dan pengurusan jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo.

Dampak dan Langkah Lanjutan KPK

KPK menegaskan bahwa penindakan kasus Ponorogo menjadi contoh pentingnya reformasi sistem kepegawaian daerah agar lebih transparan dan berbasis meritokrasi. Praktik jual beli jabatan tidak hanya merusak birokrasi, tetapi juga menurunkan kualitas pelayanan publik. Pejabat yang menduduki jabatan karena membeli posisi cenderung tidak profesional dan berpotensi melanjutkan praktik korupsi.

Selain menetapkan tersangka, KPK juga melakukan penyitaan sejumlah dokumen proyek, daftar mutasi jabatan, serta bukti transaksi keuangan. Pemeriksaan saksi akan terus diperluas, termasuk pejabat eselon yang diduga mengetahui aliran uang dalam mutasi jabatan. KPK juga membuka peluang penetapan tersangka baru bila ditemukan cukup bukti tambahan.

KPK mengimbau seluruh masyarakat Indonesia untuk melaporkan bila mengetahui adanya praktik serupa di lingkungan pemerintah daerah. Melalui kanal pengaduan masyarakat, KPK berharap dapat membangun pola pemberantasan korupsi yang melibatkan partisipasi publik secara langsung. (fntv)

Posting Komentar untuk "KPK OTT Bupati Ponorogo Sugiri: Suap Jabatan, Proyek RSUD, dan Gratifikasi"