Restrukturisasi Utang Whoosh 60 Tahun Dinilai Tak Selesaikan Masalah, Celios: Proyek Tidak Direncanakan Secara Prudent
Jakarta, Framing NewsTV - Rencana pemerintah untuk merestrukturisasi utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh hingga 60 tahun ke depan menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Kebijakan perpanjangan tenor utang ini dinilai hanya menunda masalah tanpa menyelesaikan akar persoalan keuangan yang membelit PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Jika proyek terus merugi secara operasional, maka upaya restrukturisasi utang sebesar apa pun dianggap tidak akan efektif.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai wacana restrukturisasi jumbo ini membuktikan bahwa proyek Whoosh sejak awal tidak direncanakan dengan prinsip kehati-hatian atau prudent. Ia menilai, rencana memperpanjang tenor hingga enam dekade hanya akan menambah beban generasi mendatang tanpa menyelesaikan persoalan mendasar yang bersumber dari kesalahan perencanaan awal.
“Proyek yang tidak direncanakan dengan baik dan prudent akan menyebabkan permasalahan di masa depan, dan itu kini terbukti,” tegas Huda dalam keterangannya pada Jumat (24/10/2025).
Menurut Huda, kesalahan utama proyek ini terletak pada proyeksi permintaan penumpang yang jauh dari target awal. Kajian awal proyek diklaim menunjukkan permintaan tinggi terhadap layanan kereta cepat, namun kenyataan di lapangan sangat berbeda. Pasar transportasi Jakarta–Bandung sudah matang dan dipenuhi oleh beragam moda transportasi seperti travel, kereta reguler, serta bus yang menawarkan harga jauh lebih murah.
“Pasar sudah terbentuk untuk berbagai moda transportasi lainnya. Jadi sulit bagi Whoosh untuk mendominasi,” jelasnya.
Data realisasi penumpang membuktikan bahwa proyeksi tersebut meleset jauh. Klaim awal menyebutkan Whoosh mampu mengangkut 30 ribu penumpang per hari, namun angka riil hanya sekitar 16 ribu orang. Ketimpangan ini menyebabkan arus kas perusahaan terganggu, karena pendapatan tidak mencukupi untuk menutupi biaya operasional, apalagi membayar utang besar yang ditanggung oleh KCIC.
“Kalau operasional saja sulit, bagaimana mungkin mau bayar utang? Mau diperpanjang seberapa pun tenornya, kalau tetap rugi, ya tetap tidak akan terbayar,” tandas Huda.
Danantara Klaim Operasional Whoosh Positif
Di sisi lain, Chief Operating Officer (COO) PT Danantara, Dony Oskaria, meminta publik tidak khawatir atas rencana restrukturisasi utang yang dikabarkan akan diperpanjang hingga 60 tahun. Menurutnya, wacana tersebut masih bersifat kajian dan menjadi salah satu opsi dari berbagai alternatif yang sedang dibahas bersama investor asal Tiongkok.
“Kita terus bernegosiasi, tapi masyarakat tidak perlu khawatir. Whoosh sudah memberikan banyak manfaat, terutama dalam hal efisiensi transportasi. Saat ini, kita melayani sekitar 20 hingga 30 ribu penumpang per hari,” kata Dony saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (23/10/2025).
Dony menegaskan bahwa dari sisi operasional, KCIC sebenarnya sudah membukukan kinerja positif. Meski demikian, masalah yang dihadapi lebih pada sisi pembiayaan proyek yang membengkak sejak awal pembangunan. “EBITDA kita positif. Hanya saja, masalah utang masa lalu perlu ditangani dengan opsi terbaik,” ujarnya.
Pihak Danantara, lanjut Dony, akan mengirim tim khusus ke Tiongkok untuk menegosiasikan ulang sejumlah aspek pinjaman, seperti jangka waktu, suku bunga, hingga denominasi mata uang yang digunakan. Ia menilai langkah ini penting agar beban keuangan perusahaan bisa lebih terkendali.
Kerugian Membengkak, Proyek Kian Tertekan
Berdasarkan laporan keuangan, PT KCIC mencatat kerugian hingga Rp 4,2 triliun sepanjang tahun 2024. Sementara pada semester pertama 2025, kerugian kembali bertambah menjadi Rp 1,62 triliun. Kondisi ini diperparah oleh biaya investasi proyek yang membengkak drastis, dari estimasi awal Rp 84 triliun menjadi Rp 118 triliun.
Meningkatnya biaya tersebut disebabkan oleh bunga utang sebesar 2 persen per tahun kepada Tiongkok, salah satu investor utama proyek. Pendapatan dari tiket penumpang pun tak mampu menutup beban tersebut. Rata-rata penumpang harian hanya berkisar 18 ribu hingga 21 ribu orang, jauh di bawah target 50 ribu penumpang per hari.
Kondisi inilah yang menimbulkan keraguan akan keberlanjutan proyek. Dengan beban utang besar dan arus kas negatif, restrukturisasi jangka panjang dinilai hanya akan menunda masalah yang sama di masa depan.
Kontroversi dan Respons Pemerintah
Kritik terhadap proyek kereta cepat bukan hanya datang dari ekonom. Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, yang turut mengawal proyek ini sejak awal, bahkan sempat menyebut Whoosh sebagai “proyek busuk”. Pernyataan tersebut sontak memicu reaksi beragam di kalangan pejabat.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa Danantara akan bertanggung jawab penuh atas beban utang mega proyek tersebut. Ia memastikan pemerintah akan menempuh langkah hati-hati dalam setiap kebijakan restrukturisasi agar tidak membebani keuangan negara.
Sementara itu, Presiden ke-7 RI Joko Widodo menyatakan bahwa proyek kereta cepat bukan semata-mata proyek bisnis untuk mencari laba, melainkan investasi sosial jangka panjang yang diharapkan membawa manfaat ekonomi di masa depan. “Whoosh bukan soal untung-rugi jangka pendek. Ini tentang perubahan pola mobilitas dan pembangunan ekonomi wilayah,” ujar Jokowi dalam pernyataannya sebelumnya.
KPK Telusuri Dugaan Korupsi
Belakangan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mulai menelusuri adanya dugaan korupsi dalam proyek Kereta Cepat Whoosh. Penyelidikan ini menambah kompleksitas persoalan yang sudah dihadapi KCIC, mulai dari masalah pembengkakan biaya hingga transparansi penggunaan dana investasi.
Publik kini menantikan langkah konkret pemerintah dalam memastikan proyek ini tidak menjadi beban permanen bagi keuangan negara. Banyak pihak menilai, restrukturisasi utang perlu dibarengi dengan audit menyeluruh terhadap efisiensi operasional dan kebocoran anggaran agar restrukturisasi tidak hanya menjadi solusi semu.
Masa Depan Whoosh: Antara Harapan dan Beban
Menariknya, laporan WIPO Technology Trend: Future of Transformation menggambarkan bagaimana teknologi transportasi di masa depan akan semakin efisien dan berkelanjutan. Jika skenario pelunasan utang Whoosh benar terjadi pada tahun 2085, maka publik di masa itu mungkin hanya akan mengenang proyek ini sebagai warisan masa lalu yang penuh pelajaran.
Dalam kanal FILONOMICS bahkan merilis video berjudul “Utang Whoosh Lunas 2085, Sabar 60 Tahun Lagi” yang menggambarkan bagaimana perjalanan panjang proyek ini menjadi simbol ambisi sekaligus peringatan tentang pentingnya perencanaan matang dalam proyek infrastruktur nasional. (fntv)

Posting Komentar untuk "Restrukturisasi Utang Whoosh 60 Tahun Dinilai Tak Selesaikan Masalah, Celios: Proyek Tidak Direncanakan Secara Prudent"