Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Presiden Taiwan: Donald Trump Layak Nobel Perdamaian Jika Hentikan Agresi Militer China



Jakarta, Framing NewsTV - Presiden Taiwan Lai Ching-te menilai Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump layak mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian jika berhasil meyakinkan Presiden China Xi Jinping untuk menghentikan agresi militer Beijing terhadap Taiwan. Pandangan mengejutkan ini ia sampaikan dalam wawancara eksklusif dengan sebuah acara radio konservatif Amerika Serikat, di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan Asia Timur.

Pernyataan Lai yang dikutip dari Reuters, Selasa (7/10/2025), menjadi sorotan publik internasional karena mengandung pesan diplomatik yang halus namun tegas terhadap dua kekuatan besar dunia, yakni Amerika Serikat dan China. Ia secara terbuka menantang Trump untuk membuktikan kemampuan diplomatiknya dalam menengahi konflik yang berpotensi memicu perang besar di Asia.

“Jika Presiden Trump mampu membujuk Xi Jinping untuk secara permanen menghentikan agresi militer apa pun terhadap Taiwan, maka Presiden Trump tidak diragukan lagi layak mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian,” ujar Lai dalam wawancara dengan The Clay Travis and Buck Sexton Show, program radio konservatif yang disiarkan di lebih dari 400 stasiun radio di AS.

Hubungan Taiwan-AS di Era Trump
Amerika Serikat selama ini merupakan sekutu internasional paling penting bagi Taiwan, meskipun kedua negara tidak memiliki hubungan diplomatik resmi. AS menjadi penyuplai utama persenjataan militer Taiwan dan benteng pertahanan tidak langsung terhadap tekanan militer dari Beijing.

Namun sejak Donald Trump kembali menjabat sebagai Presiden AS pada awal tahun 2025, belum ada pengumuman resmi terkait paket penjualan senjata baru untuk Taiwan. Hal ini menimbulkan spekulasi mengenai arah kebijakan luar negeri Trump terhadap kawasan Asia Timur, terutama mengingat hubungan pribadinya dengan Xi Jinping yang disebut “lebih baik daripada kebanyakan pemimpin dunia”.

Dalam wawancaranya, Lai mengingatkan kembali ucapan Trump pada Agustus lalu, bahwa Xi Jinping pernah berjanji tidak akan menginvasi Taiwan selama Trump masih menjabat sebagai Presiden AS. Menurut Lai, pernyataan itu merupakan harapan positif, namun masih harus dibuktikan dengan tindakan nyata dari Beijing.

“Kami berharap dapat terus menerima dukungan dari Presiden Trump,” tegas Lai, menekankan pentingnya peran Amerika Serikat dalam menjaga stabilitas kawasan Indo-Pasifik.

Pertemuan Trump dan Xi di Korea Selatan
Menurut laporan Reuters, Trump dan Xi Jinping dijadwalkan akan bertemu dalam KTT para pemimpin Asia-Pasifik di Korea Selatan pada akhir Oktober 2025. Pertemuan itu diprediksi akan menjadi ajang penting untuk membahas ketegangan militer di Selat Taiwan, serta hubungan dagang antara dua raksasa ekonomi dunia tersebut.

Lai Ching-te menilai momentum tersebut sangat krusial. Ia berharap Trump dapat menggunakan pengaruh diplomatiknya untuk menekan China agar menghentikan semua bentuk latihan militer di sekitar Taiwan yang semakin meningkat dalam beberapa bulan terakhir.

Trump punya peluang historis untuk menunjukkan bahwa kepemimpinan Amerika masih menjadi penjamin perdamaian dunia. Jika dia berhasil, dunia akan mengingatnya sebagai sosok yang membawa stabilitas, bukan konflik,” ujar Lai.

Peringatan Taiwan terhadap Agresi Beijing
Setelah pernyataan Lai dirilis, Kementerian Pertahanan Taiwan melaporkan adanya lonjakan aktivitas militer China di sekitar perairan Taiwan. Dalam waktu hanya beberapa jam, radar pertahanan udara Taiwan mendeteksi sekitar 23 pesawat tempur dan drone militer Beijing yang melakukan “patroli kesiapan tempur gabungan” bersama kapal perang China di kawasan tersebut.

Langkah provokatif ini disebut sebagai sinyal tekanan dari Beijing terhadap pernyataan Lai. Pemerintah Taiwan menilai manuver militer itu merupakan bagian dari strategi “intimidasi psikologis” yang bertujuan melemahkan moral rakyat Taiwan menjelang masa latihan pertahanan nasional mereka.

“China terus meningkatkan frekuensi latihan militer di sekitar wilayah kami. Namun Taiwan tetap waspada dan siap mempertahankan kedaulatan serta kebebasan demokrasinya,” kata juru bicara Kementerian Pertahanan Taiwan dalam keterangan resminya.

Xi Jinping dan Ambisi Penyatuan Taiwan
Pemerintah China di bawah Presiden Xi Jinping berulang kali menegaskan bahwa Taiwan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah kedaulatan China. Xi bahkan menyatakan tidak akan ragu menggunakan kekuatan militer jika upaya penyatuan secara damai gagal terwujud.

Sejak awal 2023, Beijing secara konsisten meningkatkan latihan militer besar-besaran di sekitar Selat Taiwan, termasuk simulasi blokade udara dan laut. Latihan tersebut dipandang sebagai bentuk persiapan potensial untuk operasi militer nyata terhadap pulau berpenduduk 24 juta jiwa itu.

Lai Ching-te, yang dikenal sebagai pemimpin pro-kemerdekaan, menolak keras tekanan tersebut dan menegaskan bahwa Taiwan akan terus memperkuat pertahanan nasionalnya, serta memperdalam kerja sama strategis dengan negara-negara demokratis seperti Amerika Serikat dan Jepang.

Pesan Diplomatik Lai untuk Trump
Ketika ditanya mengenai pesan yang akan disampaikannya secara langsung kepada Trump, Lai menjawab bahwa dirinya akan meminta Trump untuk berhati-hati terhadap strategi politik Xi Jinping.

“Saya akan menyarankannya untuk memberikan perhatian khusus pada fakta bahwa Xi Jinping tidak hanya melakukan latihan militer skala besar di Selat Taiwan, tetapi juga memperluas kekuatan militernya di Laut China Timur dan Laut China Selatan,” ucapnya berdasarkan transkrip wawancara yang dirilis kantor kepresidenan Taiwan pada Selasa (7/10).

Pernyataan Lai tersebut juga dianggap sebagai upaya strategis untuk membangun kembali hubungan erat dengan pemerintahan Trump. Ia ingin memastikan bahwa dukungan AS terhadap Taiwan tetap kuat di tengah dinamika politik internasional yang semakin kompleks.

Reaksi China dan Dunia Internasional
Hingga berita ini ditulis, Kementerian Luar Negeri China belum memberikan tanggapan resmi terhadap pernyataan Lai. Namun analis politik di Beijing menilai komentar Lai sebagai bentuk “provokasi verbal” yang dimaksudkan untuk menarik simpati Amerika Serikat menjelang pertemuan tingkat tinggi di Korea Selatan.

Beberapa pengamat di Eropa dan Asia menilai bahwa ucapan Lai merupakan strategi komunikasi diplomatik cerdas, yang memadukan sanjungan dan tekanan politik secara bersamaan. Dengan menyanjung Trump sebagai calon peraih Nobel Perdamaian, Lai secara tidak langsung mendorong Washington agar lebih aktif membela posisi Taiwan di forum internasional.

“Ini langkah yang sangat taktis,” kata profesor hubungan internasional dari University of Tokyo, Kenji Yamamoto. “Lai memanfaatkan ego politik Trump untuk memastikan bahwa isu Taiwan tidak diabaikan dalam percaturan diplomasi global.”

Nobel Perdamaian dan Politik Global
Donald Trump sendiri bukan pertama kalinya menyinggung soal Hadiah Nobel Perdamaian. Ia beberapa kali menyatakan bahwa dirinya layak menerima penghargaan tersebut, mengikuti jejak empat mantan presiden AS Theodore Roosevelt, Woodrow Wilson, Jimmy Carter, dan Barack Obama — yang pernah mendapatkannya.

Penganugerahan Nobel Perdamaian tahun 2025 dijadwalkan akan diumumkan di Oslo, Norwegia, pada Jumat (10/10) mendatang. Meski peluang Trump untuk mendapatkannya secara resmi masih kecil, dukungan simbolik dari pemimpin Taiwan menambah dimensi politik yang menarik di tengah situasi geopolitik yang penuh ketegangan.

Pernyataan Presiden Lai Ching-te mencerminkan kekhawatiran mendalam Taiwan terhadap meningkatnya tekanan militer dari China. Namun di sisi lain, ia juga berhasil menempatkan isu Taiwan kembali di pusat perhatian global, terutama di tengah dinamika hubungan antara Washington dan Beijing.

Apakah Donald Trump benar-benar akan mampu menekan Xi Jinping untuk menahan ambisi militernya, masih menjadi tanda tanya besar. Namun satu hal yang pasti, pernyataan Lai telah membuka babak baru dalam diplomasi Asia Timur — di mana perdamaian dan pengakuan internasional menjadi medan pertempuran politik yang sesungguhnya. (fntv)

Posting Komentar untuk "Presiden Taiwan: Donald Trump Layak Nobel Perdamaian Jika Hentikan Agresi Militer China"