Aksi Mahasiswa UHO Diduga Disutradarai Oknum Pejabat Kampus: Tuntutan Pelantikan Rektor Terpilih Diskenariokan?
Framing NewsTV - Puluhan mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari kembali memenuhi halaman depan Gedung Rektorat pada Senin, (28/7/2025). Dengan berorasi lantang, mereka mendesak Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) agar segera melantik Prof. Armid sebagai Rektor terpilih.
Sekilas, aksi ini tampak seperti gerakan moral mahasiswa yang memperjuangkan kejelasan masa depan kampus. Namun, semakin ditelisik, semakin banyak kejanggalan yang menguak ke permukaan. Informasi dari sejumlah sumber internal dan tim investigasi independen menyebut bahwa aksi ini tidak seutuhnya lahir dari kesadaran mahasiswa, melainkan sarat intervensi pihak-pihak berkepentingan.
Salah satu mahasiswa peserta aksi, yang meminta identitasnya dirahasiakan demi keselamatan, mengungkapkan bahwa ia dan beberapa rekannya mendapatkan arahan langsung dari oknum pejabat kampus untuk melakukan aksi tersebut dan mengajak mahasiswa lainnya.
“Kami ikut karena disuruh, bukan karena mau sendiri. Ada arahan langsung dari pejabat di kampus,” katanya lirih.
Pernyataan ini mengubah arah pandang terhadap demonstrasi tersebut. Jika benar adanya skenario di balik aksi, maka ini bukan lagi ekspresi kebebasan berpendapat, tetapi bentuk rekayasa yang mencoreng etika akademik dan prinsip otonomi mahasiswa.
Lebih mengejutkan lagi, hasil penelusuran tim investigasi menyebut bahwa diduga beberapa petugas satuan pengamanan (Satpam) kampus juga terlihat turut serta dalam aksi. Padahal, mereka seharusnya bertugas menjaga keamanan dan netralitas lingkungan kampus.
Keterlibatan pihak keamanan dalam demonstrasi menimbulkan banyak pertanyaan: Apakah mereka digerakkan? Apakah ada tekanan? Atau memang menjadi bagian dari skenario besar untuk menciptakan ilusi bahwa ada "tekanan mahasiswa" yang nyata terhadap pemerintah agar segera melantik Prof. Armid?
Klimaks dari aksi ini terjadi ketika seorang pejabat kampus bernama La Ode Santiaji selaku ketua LPPMP melakukan panggilan video kepada Pelaksana Rektor, Prof. Dr. Muhammad Zamrun, di tengah demonstrasi. Dalam video call itu, mahasiswa dipersilakan menyampaikan aspirasi secara langsung kepada Prof. Zamrun terkait pelantikan Prof. Armid.
Alih-alih memperlihatkan sikap netral dan mendengarkan secara objektif, peristiwa itu justru menimbulkan kesan kuat bahwa semua telah diskenariokan. Video call itu seakan hanya formalitas belaka untuk menciptakan narasi bahwa "mahasiswa sudah berbicara, dan pemimpin kampus telah mendengar untuk diteruskan ke Menteri", padahal semuanya diduga telah dirancang dari balik layar.
Sejumlah dosen menyebut peristiwa ini sebagai bentuk "konspirasi politik kampus". Di balik dinding tebal birokrasi dan mimbar akademik, ternyata ada jaringan kepentingan yang saling bertaut. Skenario dibangun, aktor disiapkan, dan panggung digelar—dengan mahasiswa sebagai figuran utama.
“Ini bukan lagi soal pelantikan. Ini tentang siapa menguasai narasi kampus. Mereka ingin menciptakan tekanan palsu agar Menteri segera melantik sosok yang mereka jagokan,” ujar salah satu dosen yang enggan disebut namanya.
Publik mulai mempertanyakan siapa sebenarnya sosok di balik oknum pajabat kampus yang membuat skenario aksi demonstrasi untuk mendesak pelantikan Prof. Armid. Apakah ia murni seorang akademisi? Atau ada jejaring kekuasaan yang menopang langkahnya hingga ke meja pelantikan?
Sejumlah informasi menyebut bahwa beberapa pejabat lama yang mulai kehilangan pengaruhnya di masa Prof. Zamrun menjabat kini tengah berusaha merebut kembali kendali kampus melalui Prof. Armid. Dugaan ini diperkuat oleh dinamika dukungan senat yang telah dikondisikan, lobi-lobi ke kementerian, hingga munculnya demonstrasi yang terkesan “terlalu teratur”.
Situasi internal UHO pun makin memanas. Civitas akademika UHO dilaporkan terbelah menjadi dua kubu: sebagian kecil yang mendukung pelantikan Prof. Armid, dan sebagian besar warga kampus yang menolak keras karena menilai proses pemilihannya cacat prosedural dan penuh konflik kepentingan.
Beberapa Calon Rektor dan civitas akademika bahkan telah menyampaikan keberatan resmi ke Kemendiktisaintek, meminta agar tidak dilakukan pelantikan, membatalkan hasil pemilihan, menunjuk PLT Rektor, melakukan pemilihan ulang hingga tim investigasi kementerian selesai. Hal ini menunjukkan bahwa polemik belum selesai, dan keputusan tergesa bisa memperburuk konflik di kemudian hari.
Desakan pun muncul kepada Menristekdikti agar tidak gegabah melantik rektor terpilih di tengah konflik dan berbagai pelanggaran proses pemilihan Rektor. Banyak pihak khawatir bahwa jika pelantikan tetap dilakukan tanpa penyelesaian masalah mendasar, maka kampus akan menjadi medan konflik berkepanjangan.
“Jangan karena tekanan aksi yang ternyata rekayasa, Menteri kemudian melangkah gegabah. Pendidikan tinggi kita akan rusak jika dikendalikan oleh skenario politik internal kampus itu sendiri,” kata salah seorang dosen senior yang enggan disebut namanya.
Yang paling menyedihkan dalam peristiwa ini adalah posisi mahasiswa. Mereka yang seharusnya menjadi kekuatan moral, kini justru dijadikan alat propaganda politik kampus. Idealisme mereka dibajak oleh elit birokrasi kampus demi mempertahankan dan memperluas kekuasaan.
Bila ini terus terjadi, generasi muda akan kehilangan kepercayaan terhadap lembaga pendidikan sebagai tempat tumbuhnya nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan kemerdekaan berpikir.
Kampus seharusnya menjadi rumah besar bagi kebebasan berpikir dan integritas ilmiah, bukan panggung drama politik yang penuh tipu daya. Jika aktor-aktor kampus terus memanipulasi gerakan mahasiswa dan mempolitisasi struktur akademik, maka kehancuran integritas kampus hanyalah soal waktu.
Universitas Halu Oleo punya sejarah panjang dalam mencetak intelektual besar. Jangan sampai sejarah itu ternoda oleh ambisi segelintir orang yang memanfaatkan jabatan untuk kepentingan kelompok.
Kasus ini harus menjadi pelajaran penting bagi semua perguruan tinggi di Indonesia. Jika kampus mulai dipenuhi sandiwara, bukan lagi ilmuwan dan intelektual yang dihasilkan, tetapi politisi karbitan dan aktor bayaran. Menristekdikti, publik, dan civitas akademika harus bersatu menjaga marwah pendidikan tinggi dari infiltrasi kepentingan politik dan kekuasaan sesaat. ***)

Posting Komentar untuk "Aksi Mahasiswa UHO Diduga Disutradarai Oknum Pejabat Kampus: Tuntutan Pelantikan Rektor Terpilih Diskenariokan?"