Presiden Prabowo Cabut 4 Izin Tambang Nikel di Raja Ampat, Wujud Perlindungan Alam dari Ancaman Industri
Framing NewsTV, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah tegas dengan mencabut empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel yang beroperasi di kawasan Raja Ampat, Papua Barat. Keputusan ini diambil dalam rapat terbatas yang dipimpinnya, sebagai bentuk respon atas meningkatnya kekhawatiran masyarakat, aktivis lingkungan, dan pemerintah daerah terhadap kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas pertambangan di wilayah konservasi tersebut.
Keputusan ini disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi dalam konferensi pers pada Selasa (10/6). Menurut Prasetyo, pencabutan izin dilakukan atas dasar berbagai pertimbangan dan telah mendapatkan persetujuan langsung dari Presiden.
“Kemarin, Bapak Presiden memimpin rapat terbatas yang membahas soal IUP di Raja Ampat. Atas persetujuan beliau, pemerintah memutuskan untuk mencabut IUP dari empat perusahaan tambang yang beroperasi di Kabupaten Raja Ampat,” ujar Prasetyo.
Tambang di Surga Konservasi
Raja Ampat dikenal sebagai salah satu surga bawah laut dunia, dengan sekitar 97 persen wilayahnya merupakan kawasan konservasi yang sangat dilindungi. Namun, keberadaan sejumlah perusahaan tambang nikel telah menjadi sorotan karena dituding menyebabkan kerusakan lingkungan serius di kawasan tersebut.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat terdapat lima perusahaan yang mengantongi izin tambang di wilayah tersebut. Dua perusahaan mendapat izin dari pemerintah pusat:
- PT Gag Nikel, yang mengantongi izin Operasi Produksi sejak tahun 2017.
- PT Anugerah Surya Pratama (ASP), yang memiliki izin Operasi Produksi sejak 2013.
Sementara tiga perusahaan lainnya memperoleh izin dari Pemerintah Daerah, yakni:
- PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), izin terbit 2013.
- PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), izin terbit 2013.
- PT Nurham, yang disebut baru memperoleh izin pada tahun 2025.
Namun, hanya empat perusahaan yang menjadi subjek pencabutan IUP oleh pemerintah pusat.
Bupati Raja Ampat Merasa Tak Berdaya
Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, sudah lama menyuarakan kekhawatirannya terhadap aktivitas tambang di wilayahnya. Menurutnya, pencemaran lingkungan akibat aktivitas tambang sudah sangat mengganggu ekosistem dan masyarakat setempat. Namun, sebagai kepala daerah, ia mengaku tidak memiliki wewenang besar dalam mencabut izin tersebut.
“Sembilan puluh tujuh persen Raja Ampat adalah daerah konservasi. Ketika terjadi pencemaran lingkungan akibat aktivitas tambang, kami tidak bisa berbuat apa-apa karena kewenangan pencabutan ada di pemerintah pusat,” ujar Orideko dalam pernyataannya di Sorong pada 31 Mei lalu.
Aksi Protes Aktivis dan Pemuda Papua
Penolakan terhadap tambang nikel di Raja Ampat juga menggema di panggung nasional. Sejumlah aktivis Greenpeace Indonesia dan empat pemuda Papua menyuarakan protes mereka dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference 2025 yang digelar di Jakarta.
Saat Wakil Menteri Luar Negeri, Arief Havas Oegroseno, sedang memberikan pidato, para aktivis membentangkan spanduk bertuliskan:
“Nickel Mines Destroy Lives”
“Save Raja Ampat from Nickel Mining”
“What’s the True Cost of Your Nickel?”
Aksi ini menjadi simbol keresahan masyarakat Papua terhadap ekspansi tambang yang mengancam lingkungan dan kehidupan mereka.
KLHK Temukan Pelanggaran Serius di Lapangan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga tak tinggal diam. Dalam inspeksi yang dilakukan antara 26–31 Mei 2025, mereka menemukan pelanggaran serius dalam aktivitas pertambangan empat perusahaan di Raja Ampat. Empat perusahaan yang dicabut IUP-nya oleh Presiden Prabowo adalah:
- PT Nurham
- PT Anugerah Surya Pratama (ASP)
- PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)
- PT Mulia Raymond Perkasa (MRP)
Temuan ini memperkuat dasar hukum bagi Presiden Prabowo untuk mencabut IUP perusahaan-perusahaan tersebut.
Klaim Kementerian ESDM: Tidak Ada Masalah?
Menariknya, sebelum pencabutan izin diumumkan, Kementerian ESDM justru menyatakan tidak menemukan adanya masalah signifikan dalam aktivitas tambang nikel di Raja Ampat. Hal itu disampaikan oleh Dirjen Mineral dan Batubara, Tri Winarnousai, dalam kunjungan kerja bersama Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
“Kami lihat dari atas bahwa sedimentasi di area pesisir juga tidak ada. Jadi secara keseluruhan, tambang ini tidak ada masalah,” kata Tri, Sabtu (7/6).
Pernyataan ini menuai kritik dari berbagai pihak karena dinilai bertentangan dengan fakta-fakta kerusakan lingkungan yang ditemukan oleh KLHK serta pengakuan masyarakat dan pemda setempat.
Presiden Ambil Sikap Tegas
Langkah Presiden Prabowo mencabut empat izin tambang di Raja Ampat menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah serius menjaga kelestarian alam Indonesia. Di tengah tekanan global terhadap transisi energi dan kebutuhan bahan baku baterai seperti nikel, pemerintah tampaknya memilih untuk mengutamakan keberlanjutan lingkungan daripada mengejar keuntungan jangka pendek.
Kebijakan ini juga menunjukkan adanya evaluasi ulang
terhadap konflik kepentingan antara konservasi dan industri ekstraktif. Langkah
Prabowo diharapkan menjadi preseden positif untuk penataan ulang tata kelola
tambang di wilayah sensitif lainnya di Indonesia. (fntv)
x