Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Merobek Integritas Kampus: Dugaan Pelanggaran Hukum dan Gratifikasi Rektor UHO Muhammad Zamrun Firuhu dalam Seleksi Mahasiswa Baru


Menguak Dugaan Pelanggaran Permendikbudristek No. 48 Tahun 2022

Menurut hasil analisis dan pendalaman kasus terhadap pembuktian hukum secara formal dan materil, Muhammad Zamrun Firuhu (Rektor UHO) terbukti dan secara subtansi terjadi dugaan kuat melakukan pelanggaran Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2022 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Diploma dan Program Sarjana pada Perguruan Tinggi Negeri dan Rektor UHO. Buktinya Muhammad Zamrun Firihu secara faktual dan terang berderang melanggar prinsip Panitia Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) yang fleksibel, efisien, transparan, adil, larangan berkonflik, dan akuntabel, yang diharapkan dapat membawa semangat berkeadilan dan transparansi selama proses seleksi.

Apa yang dilakukan Muhammad Zamrun Firihu terkait hal itu?

Adanya penolakan Kepala Sekolah SMA Negeri di Raha untuk memasukan kemanakannya masuk peringkat kategori lulus, membuat ketersinggungan dan sakit hati Rektor UHO Muhammad Zamrun Firuhu. Akibatnya, seluruh siswa sekolah tersebut yang masuk usulan pada program studi pendidikan dokter di Universitas Halu Oleo melalui Jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) tidak ada yang diluluskan. Bahwa lebih gilanya lagi, berdampak pada jumlah kuota dibeberapa program studi yang dipilih siswa di kampus negeri tersebut kuotanya berkurang bahkan dihilangkan dari kuota yang ditetapkan sebelumnya.

Dugaan kuat pelanggaran hukum dilakukan Rektor UHO adalah adanya bukti yang bersumber dari (orangtua dan guru, yang tdk mau disebutkan namanya). Faktanya, orangtua dari adik Muhammad Zamrun Firuhu (Rektor UHO) sebagai akibat adanya penolakan kepala sekolah, dia menagatakan hal yang tidak manusiawi denga mengatakan seperti ini:

 

“jika anak saya tidak masuk pada program studi pendidikan dokter dijalur prestasi, lebih baik tidak ada yang lulus di sekolah tersebut”.

Tindakan yang dituduhkan kepada Rektor Universitas Halu Oleo, Muhammad Zamrun Firuhu, mencerminkan sikap yang dinilai jauh dari nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Dengan begitu mudahnya, keputusan yang diambil diduga telah memupuskan harapan para siswa berprestasi dan menghancurkan impian para orangtua yang telah menaruh kepercayaan pada sistem pendidikan negeri.

Sikap otoriter yang ditunjukkan Zamrun, jika benar terbukti, memperlihatkan bagaimana jabatan dan kewenangan bisa disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan balas dendam emosional. Dalam konteks ini, ia dipersepsikan tidak hanya sebagai pemimpin yang gagal menjaga marwah institusi pendidikan, tetapi juga sebagai figur yang gemar mempertahankan konflik dan menciptakan ketidakadilan secara sistemik.

Ketika seorang rektor menggunakan kekuasaan untuk menyingkirkan mereka yang tidak sejalan dengan kehendaknya, maka yang dikorbankan bukan hanya individu, tetapi masa depan pendidikan itu sendiri.

Dugaan Gratifikasi di Jalur Mandiri 2022: Bayang-Bayang Korupsi di Balik Seleksi

Nama Muhammad Zamrun Firuhu, Rektor Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, kini menjadi simbol kekhawatiran di kalangan siswa dan orangtua di berbagai penjuru tanah air. Kekhawatiran itu muncul bukan tanpa alasan. Rekam jejak dan berbagai dugaan praktik penyimpangan dalam proses penerimaan mahasiswa baru menjadikan sosoknya sebagai figur yang menakutkan di dunia pendidikan tinggi, khususnya di Sulawesi Tenggara.

Salah satu sorotan utama adalah dugaan gratifikasi dalam seleksi mahasiswa baru jalur mandiri tahun 2022. Indikasi ini bukan hanya sekali muncul, tetapi berpotensi terus berulang pada proses penerimaan tahun 2023, 2024, bahkan 2025 jika tidak segera ditindaklanjuti secara hukum dan kelembagaan.

Dugaan tersebut menimbulkan keresahan yang mendalam karena membuka celah terjadinya praktik-praktik kotor dalam sistem pendidikan tinggi negeri, yang seharusnya menjunjung tinggi integritas, keadilan, dan kesempatan yang setara bagi seluruh anak bangsa.



Mengutip dari sumber media berita KENDARIINFO-02 November 2022, Aliansi Masyarakat Indonesia Menggugat (AMIN) Sulawesi Tenggara (Sultra) melaporkan Rektor Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Muhammad Zamrun Firihu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (31/10/2022)

Berikut beberapa referensi dugaan kuat gratifikasi yang dilakukan Muhamamad Zamrun Firihu (Rektor UHO) melalui jalur titipan

 

“Ada data nama mahasiswa titipan yang masuk ke UHO jalur mandiri,” tutur Andriansyah kepada Kendariinfo saat dihubungi via WhatsApp, Selasa (1/11/2022).

Berdasarkan data yang dimilikinya. dia mengungkapkan bahwa para mahasiswa titipan ini berada hampir di semua fakultas. Akan tetapi, yang paling menjadi sorotan adalah Fakultas Kedokteran.

 

“Ada banyak mahasiswa yang terdata. Tapi yang kami soroti Fakultas Kedokteran dan beberapa fakultas lain,” ungkapnya.

Menyikapi laporan tersebut, masyarakat dan berbagai elemen sipil berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengambil langkah konkret dengan memulai proses penyelidikan awal. Mengingat peran strategis UHO sebagai perguruan tinggi negeri yang dibiayai negara, dugaan penyimpangan dalam proses seleksi mahasiswa harus dianggap sebagai isu serius yang menyangkut tata kelola lembaga publik.

 

“Ini bukan sekadar isu internal kampus. Ini soal integritas lembaga negara dan tanggung jawab moral terhadap masa depan generasi muda. KPK tidak bisa diam,” ujar aktivis anti-korupsi lokal, Rizal Mahmud, yang menilai kasus ini memiliki potensi pelanggaran pidana.

Ia menambahkan, jika terbukti terdapat gratifikasi atau bentuk suap dalam proses penerimaan mahasiswa baru, maka pihak-pihak yang terlibat harus dikenai sanksi tegas sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Olehnya itu, kasus dugaan gratifikasi dalam penerimaan mahasiswa baru di Universitas Halu Oleo yang dilakukan Muhammad Zamrun Firuhu bukan hanya soal pelanggaran prosedur administratif, tetapi mencerminkan persoalan yang lebih dalam, berpotensi terjadi kerentanan institusi pendidikan terhadap korupsi sistemik. Ketika ruang akademik yang seharusnya menjadi tempat tumbuhnya integritas dan meritokrasi justru dipenuhi praktik-praktik culas, maka masa depan pendidikan nasional sedang dalam ancaman serius.

Kampus bukan milik individu atau kelompok, melainkan milik bangsa. Setiap keputusan yang diambil, terlebih dalam konteks seleksi mahasiswa, menyangkut nasib ribuan anak muda yang telah berjuang keras untuk mendapatkan tempat di bangku Perguruan Tinggi Negeri. Jalur titipan, dengan segala bentuk manipulasi di baliknya, adalah bentuk nyata pengkhianatan terhadap mimpi-mimpi mereka.

Oleh karena itu, penyelesaian kasus ini tidak boleh berhenti pada level administratif. Harus ada komitmen kuat dari aparat penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Inspektirat Jenderal kemendiktiriset dan teknologi, dan utamanya KPK, untuk membongkar sampai ke akar, siapa pun yang terlibat dan sejauh mana kerusakan sistem telah terjadi. Proses hukum yang tegas dan transparan akan menjadi pelajaran berharga, sekaligus peringatan keras bagi kampus-kampus lain di seluruh Indonesia.

Saatnya dunia akademik kembali kepada marwahnya tempat bagi ilmu, kejujuran, dan kesempatan yang adil bagi semua. Jangan biarkan harapan anak-anak bangsa runtuh karena ulah segelintir orang yang menyalahgunakan wewenang.

Jika praktik seperti ini dibiarkan, maka secara perlahan, masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap institusi pendidikan negeri. Di sisi lain, generasi muda akan tumbuh dalam kultur sinisme, di mana kejujuran dianggap tidak cukup untuk meraih keberhasilan. Ini adalah kondisi yang sangat berbahaya bagi pembangunan karakter bangsa.

Jika dunia pendidikan gagal menjadi ruang yang menjunjung rasional intelektual, maka kemunduran bangsa hanya tinggal menunggu waktu. Karena dari bangku kuliah-lah lahir para pemimpin masa depan dan apa yang mereka pelajari tentang keadilan hari ini, akan mereka praktikkan ketika kelak memegang kekuasaan.

Kini, kita semua dihadapkan pada pilihan: membiarkan sistem rusak terus berjalan, atau berani berdiri bersama untuk perubahan. Sejarah akan mencatat, apakah masyarakat Indonesia memilih diam, atau menjadi bagian dari generasi yang memperjuangkan pendidikan yang benar-benar berpihak pada keadilan dan masa depan.

Berikut REKOMENDASI TINDAKAN HUKUM yang harus dan wajib dilakukan terkait dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Rektor UHO Muhammad Zamrun Firihu:

1.    Pengaduan ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)

a)    Melaporkan dugaan pelanggaran prinsip penerimaan mahasiswa baru melalui SNBP sesuai dengan Permendikbudristek Nomor 48 Tahun 2022.

b)    Meminta Kemendikbudristek untuk melakukan audit dan investigasi independen terkait proses seleksi di Universitas Halu Oleo.

2.    Gugatan Administratif (PTUN)

a)    Mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas dugaan penyalahgunaan wewenang yang melanggar asas pemerintahan yang baik dan prinsip akuntabilitas publik.

b)    Gugatan ini dapat diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan, seperti orangtua siswa atau kelompok masyarakat pendidikan.

3.    Pelaporan ke Ombudsman Republik Indonesia

a)    Melaporkan dugaan maladministrasi dalam proses seleksi penerimaan mahasiswa baru.

b)    Ombudsman dapat melakukan investigasi dan memberikan rekomendasi atas temuan penyimpangan.

4.    Laporan Dugaan Tindak Pidana Korupsi atau Penyalahgunaan Wewenang

a)    Melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Kejaksaan jika ditemukan adanya unsur korupsi atau penyalahgunaan jabatan dalam bentuk gratifikasi, nepotisme, atau tekanan kepada pihak sekolah.

b)    Mengajukan laporan pidana ke Polisi jika ada dugaan pelanggaran hukum lainnya, seperti pemaksaan kehendak atau tindakan tidak manusiawi yang merugikan hak anak.

5.    Panggilan Audiensi dengan DPRD atau Komisi X DPR RI

a)    Melakukan audiensi dengan Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan untuk meminta perhatian dan tindakan lebih lanjut.

b)    Mendesak adanya Rapat Dengar Pendapat (RDP) guna mengungkap fakta dan menyuarakan aspirasi korban.

6.    Class Action oleh Korban

a)    Melakukan class action oleh para siswa dan orangtua yang merasa dirugikan melalui bantuan lembaga bantuan hukum (LBH) atau organisasi masyarakat sipil.

b)    Mengajukan gugatan perdata terkait kerugian moral dan material akibat tindakan tersebut.

TTD

Tim Investigasi Independen (Peduli Keadilan)