Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Siap-siap! Sertifikat Tanah Tahun 1961–1997 Bakal Wajib Daftar Ulang demi Cegah Sertifikat Ganda



Jakarta, Framing NewsTV - Pemerintah melalui Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mewacanakan kebijakan yang akan berdampak luas bagi masyarakat, khususnya para pemilik sertifikat tanah lama. Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR di Jakarta pada Senin, tanggal 24 November 2025, Nusron menyampaikan usulannya untuk menetapkan kewajiban daftar ulang bagi sertifikat tanah yang diterbitkan pada rentang tahun 1961 hingga 1997. Usulan ini berangkat dari kebutuhan penting untuk mencegah persoalan pertanahan yang semakin sering terjadi, terutama tumpang tindih sertifikat dan konflik kepemilikan tanah.

Nusron menjelaskan bahwa rencana tersebut idealnya diatur dalam Undang-Undang Administrasi Pertanahan yang baru, yang nantinya akan menetapkan masa transisi waktu tertentu bagi pemilik sertifikat lama untuk melakukan registrasi ulang. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini membutuhkan dukungan politik dan kesepakatan nasional, sama halnya seperti pemberlakuan Undang-Undang Pertanahan pada masa lalu, yang juga memberikan masa transisi sekitar dua puluh tahun untuk pendaftaran ulang hak-hak barat seperti Eigendom.

Lebih lanjut, Nusron menyarankan agar masa tenggat waktu daftar ulang tersebut ditetapkan antara lima sampai sepuluh tahun. Dengan rentang waktu tersebut, pemerintah berharap seluruh sertifikat lama dapat tervalidasi ulang, diperbarui datanya, memiliki kejelasan batas lokasi, serta dimasukkan dalam sistem pertanahan modern yang berbasis peta kadastral digital. Setelah masa registrasi ulang berakhir, data sertifikat lama yang tidak diperbarui akan ditutup secara administratif, untuk menghindari konflik di kemudian hari.

Ia menambahkan bahwa pengaduan terkait pertanahan yang diterima oleh Kementerian ATR/BPN maupun Ombudsman pada umumnya berhubungan dengan sengketa kepemilikan tanah akibat sertifikat ganda atau tumpang tindih. Menurut Nusron, mayoritas kasus tumpang tindih tersebut berasal dari sertifikat lama yang dikenal sebagai KW456, yang tidak dilengkapi dengan peta kadastral yang akurat. Hal ini membuat batas-batas tanah pada dokumen tersebut menjadi kabur, sering kali hanya ditandai dengan sketsa yang tidak jelas arah batas dan koordinatnya.

Nusron juga menjelaskan secara lebih dalam mengenai kekurangan tersebut. Sertifikat lama dari periode 1961–1997 memang mencantumkan hak kepemilikan tanah, namun tidak dibarengi dengan representasi spasial yang tepat mengenai lokasi dan garis koordinat kepemilikan. Hal ini menjadi celah yang dimanfaatkan oleh para calo tanah atau mafia tanah untuk membuat sertifikat tandingan pada kawasan yang sama, sehingga menimbulkan konflik antara sesama pemilik.

Selain melalui regulasi baru, Nusron menekankan bahwa solusi lain yang sangat penting adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di lingkungan Kementerian ATR/BPN. Ia menyatakan bahwa petugas BPN harus memiliki integritas, kompetensi, ketegasan hukum, serta tidak mudah diajak melakukan praktik mafia tanah atau permainan ilegal lainnya. Dengan SDM yang profesional dan bersih, kerja pembenahan sistem pertanahan akan dapat berjalan lebih cepat dan efektif.

Rencana kewajiban registrasi ulang sertifikat tanah ini disebut tidak hanya bertujuan untuk membenahi administrasi pertanahan saja, namun juga menciptakan kepastian hukum dalam jangka panjang. Dengan registrasi ulang berbasis data spasial modern, hak kepemilikan dapat dipertanggungjawabkan secara digital, batas tanah terekam secara presisi, dan seluruh dokumen dapat tersinkronisasi dalam satu database nasional pertanahan.

Selain itu, wacana ini juga akan berdampak pada peningkatan indeks kepercayaan publik terhadap sistem pertanahan negara. Jika penataan administrasi berhasil, sengketa tanah yang selama ini membebani masyarakat dapat berkurang signifikan. Dengan kejelasan hak kepemilikan tanah, ruang untuk praktik mafia tanah akan semakin sempit, sementara kepastian hukum bagi pemilik sah tanah semakin kuat.

Dengan adanya implementasi Undang-Undang Administrasi Pertanahan yang baru, pemerintah berharap bahwa semua pihak, baik masyarakat maupun stakeholder terkait pertanahan, dapat bekerja sama menyukseskan proses pembaruan data pertanahan nasional. Langkah ini dianggap sebagai fondasi penting menuju sistem agraria yang transparan, modern, dan bebas dari manipulasi dokumen. (fntv)

Posting Komentar untuk "Siap-siap! Sertifikat Tanah Tahun 1961–1997 Bakal Wajib Daftar Ulang demi Cegah Sertifikat Ganda"