Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menkeu Purbaya Klarifikasi Polemik Subsidi LPG 3 Kg, Beda Data dengan Menteri ESDM Bahlil





Framing NewsTV - Isu subsidi energi kembali menjadi sorotan publik setelah munculnya pernyataan berbeda dari dua menteri di kabinet pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi komentar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang menyebut dirinya “salah membaca data” terkait harga resmi LPG 3 Kg dari PT Pertamina (Persero).

Purbaya mengakui dirinya sedang kembali mempelajari data subsidi LPG 3 Kg yang digelontorkan pemerintah. Menurutnya, subsidi senilai Rp30.000 per tabung memungkinkan harga keekonomian LPG 3 Kg yang seharusnya mencapai Rp42.750 per tabung dapat ditekan menjadi Rp12.750 di tingkat pangkalan resmi Pertamina.

“Saya sedang pelajari. Kita pelajari lagi. Mungkin Pak Bahlil betul, tetapi kita akan lihat lagi seperti apa,” ujar Purbaya di sela kunjungannya ke Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) Kudus, Jawa Tengah, Jumat (3/10/2025).

Klarifikasi Purbaya: Soal Salah Data dan Perbedaan Sudut Pandang
Purbaya tidak menampik bahwa data yang ia paparkan dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI pada Selasa (30/9/2025) diperoleh dari staf internal Kementerian Keuangan. Ia mengakui bahwa bisa saja terjadi kesalahpahaman dalam pembacaan data, tetapi menegaskan bahwa secara prinsip, nilai subsidi dan total anggaran tidak akan berubah.

“Nanti kita lihat, di mana salah pengertiannya. Namun, seharusnya pada akhirnya angkanya sama. Uangnya kan itu saja. Nanti kita jelaskan seperti apa,” jelasnya.

Purbaya menambahkan, perbedaan interpretasi data antara dirinya dan Bahlil wajar terjadi karena latar belakang mereka berbeda. Purbaya memandang persoalan dari sudut pandang akuntansi dan fiskal, sementara Bahlil menggunakan perspektif kebijakan energi dan distribusi di lapangan.

“Kalau salah hitung bisa nambah duit, saya salah hitung terus biar uang nambah. Akan tetapi, seharusnya sama pada akhirnya,” kata Purbaya sambil berkelakar.

Subsidi LPG dalam APBN 2025 dan RAPBN 2026
Isu subsidi LPG 3 Kg memang menyangkut angka besar dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Data resmi menunjukkan:
  • Alokasi subsidi LPG dalam APBN 2025: Rp87,6 triliun.
  • Alokasi subsidi LPG dalam APBN 2024: Rp85,6 triliun.
  • Alokasi subsidi LPG dalam RAPBN 2026: Rp80,7 triliun.
Meskipun nilai pagu dalam RAPBN 2026 lebih rendah, volume subsidi LPG justru meningkat, yakni dari 8,17 juta ton pada 2025 menjadi 8,31 juta ton pada 2026. Artinya, pemerintah berusaha memperluas jangkauan penerima manfaat meski dengan pengelolaan fiskal yang lebih efisien.

Menurut Purbaya, subsidi energi pada tahun 2026 seharusnya sedikit bertambah seiring dengan meningkatnya konsumsi BBM dan LPG. “Enggak ada gunanya menghilangkan subsidi. Uang negara banyak, tapi kalau daya beli masyarakat tidak terjaga, ekonomi bisa mandek,” ujarnya tegas.

Bahlil Menuding: “Menkeu Salah Baca Data”
Komentar Purbaya itu sebelumnya menuai reaksi keras dari Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Menurut Bahlil, Purbaya salah membaca data subsidi LPG 3 Kg.

“Itu mungkin menkeunya salah baca data itu, biasanya mungkin butuh penyesuaian,” kata Bahlil kepada wartawan di kantor BPH Migas, Kamis (2/10/2025).

Bahlil bahkan menyinggung bahwa Purbaya masih membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan tugas barunya sebagai Menteri Keuangan. “Mungkin Menkeunya belum dikasih masukan dengan baik oleh dirjennya atau oleh stafnya,” tambahnya.

Pernyataan ini sontak memicu diskusi publik, bahkan menimbulkan kesan adanya ketegangan antar kementerian. Namun, Bahlil menegaskan perbedaan itu hanya soal teknis data, bukan masalah substansi kebijakan.

Harga Keekonomian vs Harga Subsidi
Dalam rapat di DPR, Purbaya menyampaikan bahwa harga keekonomian LPG 3 Kg mencapai Rp42.750 per tabung. Dari angka tersebut, pemerintah melalui APBN menanggung beban subsidi sebesar 70% atau sekitar Rp30.000, sehingga masyarakat hanya perlu membayar Rp12.750 per tabung di pangkalan resmi.

Sementara menurut Bahlil, perhitungan Purbaya dianggap tidak mencerminkan kondisi riil di lapangan. Harga LPG 3 Kg yang dijual ke masyarakat memang Rp12.750 di pangkalan, tetapi terdapat biaya distribusi dan faktor lainnya yang perlu diperhitungkan.

Pernyataan Bahlil ini menegaskan bahwa subsidi energi tidak hanya soal angka di atas kertas, tetapi juga terkait mekanisme distribusi dan efisiensi penyaluran.

Rencana Pemerintah: Subsidi Tepat Sasaran
Kementerian ESDM di bawah Bahlil tengah merancang mekanisme subsidi LPG 3 Kg yang lebih tepat sasaran mulai tahun 2026. Rencananya, pembelian LPG 3 Kg bersubsidi hanya akan diperuntukkan bagi masyarakat penerima bantuan sosial (bansos) berbasis Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) yang dikelola Badan Pusat Statistik (BPS).

Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap subsidi benar-benar jatuh ke tangan masyarakat miskin dan rentan, bukan kelompok menengah ke atas yang sebenarnya mampu membeli LPG non-subsidi.

Pada tahun 2024, serapan subsidi untuk gas melon ini mencapai Rp80,2 triliun dengan jumlah penerima manfaat sekitar 41,5 juta pelanggan. Jumlah ini dinilai masih terlalu besar dan berpotensi tidak tepat sasaran.

Polemik Subsidi Energi: Antara Politik, Ekonomi, dan Keadilan Sosial
Perbedaan pandangan antara Purbaya dan Bahlil mencerminkan kompleksitas pengelolaan subsidi energi di Indonesia. Di satu sisi, subsidi sangat penting untuk menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas harga kebutuhan pokok. Di sisi lain, subsidi yang tidak tepat sasaran bisa membebani fiskal negara dan menimbulkan distorsi pasar.

Ekonom energi menilai, subsidi LPG 3 Kg sebaiknya secara bertahap diarahkan hanya kepada rumah tangga miskin. Selain itu, pemerintah perlu mendorong transisi ke energi alternatif seperti LPG 12 Kg atau bahkan kompor listrik induksi untuk kelompok menengah ke atas.

Namun, kebijakan ini tidak mudah karena menyangkut sensitivitas sosial dan politik. Harga energi yang naik sedikit saja bisa memicu gejolak, seperti pernah terjadi saat kenaikan harga BBM.

Perlu Komunikasi Data yang Lebih Solid
Polemik antara Menkeu Purbaya dan Menteri ESDM Bahlil sebetulnya menunjukkan satu hal penting: komunikasi data antar kementerian harus lebih solid dan sinkron. Publik membutuhkan informasi yang jelas, transparan, dan konsisten, agar tidak menimbulkan kebingungan.

Meski demikian, baik Purbaya maupun Bahlil menegaskan bahwa pada akhirnya angka subsidi yang digelontorkan pemerintah akan sama, hanya berbeda cara membaca dan menghitung.

Ke depan, tantangan terbesar pemerintah bukan sekadar menghitung besaran subsidi, melainkan memastikan bahwa subsidi LPG 3 Kg benar-benar tepat sasaran, efisien, dan berkeadilan sosial. (fntv)

Posting Komentar untuk "Menkeu Purbaya Klarifikasi Polemik Subsidi LPG 3 Kg, Beda Data dengan Menteri ESDM Bahlil"