Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bahlil Lahadalia Tegaskan Indonesia Tetap Konsisten Jalankan Transisi Energi di Tengah Luntur Semangat Global



Jakarta, Framing NewsTV - Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa Indonesia tetap berkomitmen melanjutkan agenda transisi energi dan pengembangan energi baru terbarukan (EBT), meski semangat global terhadap penurunan emisi mulai menurun. Ia juga mengungkap langkah strategis pemerintah, termasuk mengirim tim ke India untuk mempelajari teknologi listrik murah dan mendorong penerapan carbon capture storage (CCS) agar batu bara tetap ramah lingkungan.

Komitmen Indonesia di Tengah Luntur Semangat Global
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa Indonesia akan tetap berkomitmen untuk melanjutkan agenda transisi energi dan pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Hal ini disampaikan Bahlil dalam acara Indonesia International Sustainability Forum (ISF) di Senayan, Jakarta, Jumat (10/10/2025).

Menurut Bahlil, meski semangat global terhadap penurunan emisi mulai memudar, Indonesia tidak akan ikut terpengaruh. Ia menyoroti fenomena di mana sejumlah negara yang sebelumnya menjadi penggagas utama roadmap penurunan emisi dunia, kini justru menunjukkan tanda-tanda pelonggaran komitmen.

“Beberapa negara yang menginisiasi untuk membuat roadmap dunia menurunkan emisi dan kita memakai energi baru terbarukan, mulai sekarang rasanya ada yang semangat, tapi ada juga semangatnya sudah mulai luntur,” ujar Bahlil.

Kritik terhadap Negara Penggagas Paris Agreement
Lebih lanjut, Bahlil menyinggung salah satu negara yang paling vokal dalam kesepakatan Paris Agreement, yakni Amerika Serikat. Ia menilai, negeri adidaya tersebut mulai kurang konsisten terhadap agenda transisi energi global.

Hal ini terlihat dari pidato Presiden Amerika Serikat dalam Sidang Majelis Umum PBB ke-80 yang dinilai menunjukkan keraguan mengenai arah kebijakan energi mereka. “Kemarin kalau kita melihat Presiden Amerika di pidatonya di PBB, ya agak ragu juga saya terkait dengan kelanjutan daripada transisi energi,” kata Bahlil.

Konsistensi Pemerintahan Prabowo Subianto
Kendati situasi global berubah, Bahlil menegaskan bahwa Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan tetap konsisten menjalankan agenda transisi energi secara bertahap, realistis, dan berkelanjutan.

“Tapi it's okay, itu global, tetapi Presiden Prabowo di bawah pemerintahan sekarang akan konsisten untuk melanjutkan tentang transisi energi dan energi baru terbarukan,” tegasnya.

Dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025–2034, pemerintah menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 69,5 gigawatt (GW) dalam 10 tahun ke depan. Dari total tersebut, 61% atau 42,6 GW akan berasal dari energi baru terbarukan (EBT), 15% atau 10,3 GW dari fasilitas penyimpanan energi (storage), dan 24% atau 16,6 GW dari sumber fosil seperti gas dan batu bara.

Menurut Bahlil, porsi dominan EBT dalam RUPTL menjadi sinyal kuat bagi investor global bahwa Indonesia berkomitmen penuh pada transisi energi berkelanjutan.

Misi Belajar ke India: Kejar Listrik Murah 3 Sen per kWh
Dalam kesempatan yang sama, Bahlil juga mengungkapkan bahwa ia telah mengirim tim khusus ke India untuk mempelajari teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berbiaya rendah. Langkah ini merupakan bagian dari program ambisius pemerintah membangun 1 MW PLTS di setiap desa di seluruh Indonesia.

Menurut Bahlil, India mampu memproduksi listrik tenaga surya hanya dengan biaya 3 sen Dolar AS per kWh, jauh lebih murah dibandingkan biaya produksi di Indonesia yang masih berkisar 6–7 sen per kWh.

"Di India, saya baca salah satu media, ada pembangunan PLTS 220 megawatt dengan biaya hanya 3 sen," ujarnya.

Bahlil menambahkan bahwa apabila informasi tersebut valid, Indonesia akan berupaya mengadopsi teknologi serupa untuk menekan biaya listrik nasional. “Saya lagi mengirim tim untuk mengecek di sana. Kalau itu benar, maka ini bisa jadi hal yang bisa kita elaborasi untuk kita lakukan,” ucapnya.

Target 80.000 MW Listrik Desa
Langkah ini sejalan dengan arah kebijakan Presiden Prabowo, yang menargetkan pembangunan 1 MW PLTS di setiap desa. Dengan jumlah sekitar 80.000 desa, potensi energi yang dihasilkan dapat mencapai 80 GW atau 80.000 MW.

“Bahkan dalam arahan Bapak Presiden dibutuhkan kurang lebih sekitar 80 sampai 100 gigawatt,” kata Bahlil.

Untuk mewujudkan target tersebut, pemerintah membuka pintu kolaborasi luas dengan investor swasta, baik dari dalam maupun luar negeri. “Potensi ini akan kita lakukan dengan berkolaborasi dengan teman-teman investor,” tambahnya.

Rehabilitasi Citra Batu Bara Melalui Teknologi CCS
Selain fokus pada pengembangan energi terbarukan, Bahlil juga menekankan pentingnya pendekatan realistis dalam transisi energi. Ia menolak anggapan bahwa batu bara harus dianggap sebagai energi “kotor”.

Menurutnya, perkembangan teknologi carbon capture storage (CCS) memungkinkan penggunaan batu bara dengan emisi yang jauh lebih bersih. “Saya tidak setuju kalau batu bara dianggap tidak bersih. Sekarang sudah ada teknologi untuk menangkap karbon, CO2 bisa dimasukkan ke tempat penyimpanan di sumur minyak atau gas,” ujar Bahlil.

Dengan teknologi tersebut, emisi karbon dari pembakaran batu bara dapat ditangkap dan disimpan dengan aman, tanpa dilepaskan ke atmosfer. Hal ini menjadikan batu bara tetap dapat digunakan tanpa mengorbankan komitmen lingkungan.

Energi Fosil Masih Punya Peran Strategis
Sebagai salah satu produsen batu bara terbesar di dunia, Indonesia, kata Bahlil, tidak bisa serta-merta meninggalkan sumber energi fosil. Biaya produksi listrik dari batu bara masih lebih rendah dibandingkan sumber energi bersih lainnya.

“Produksi energi dari batu bara itu masih lebih murah dibandingkan sumber energi bersih lainnya. Tantangannya adalah bagaimana menjadikan energi itu tetap ramah lingkungan,” tegasnya.

Bahlil menilai bahwa dengan penerapan teknologi CCS dan pengembangan teknologi bersih lainnya, Indonesia bisa menekan emisi sekaligus menjaga ketahanan energi nasional.

Menarik Investasi Teknologi Ramah Lingkungan
Lebih jauh, Bahlil menyebut bahwa pengembangan teknologi penangkap karbon juga berpotensi menarik investasi besar ke sektor energi Indonesia.

“Selain mendorong energi baru terbarukan, kita juga sedang mencari teknologi agar bisa menangkap CO2-nya. Dengan begitu, listrik dari batu bara bisa tetap bersih,” tutupnya.

Transisi Energi yang Realistis dan Inklusif
Pernyataan Bahlil Lahadalia menegaskan posisi pemerintah Indonesia yang ingin melaksanakan transisi energi secara bertahap, realistis, dan inklusif. Di tengah tren global yang mulai melemah, Indonesia berupaya tetap menjadi contoh bagi negara berkembang lainnya: mengombinasikan energi terbarukan, inovasi teknologi, dan pemanfaatan sumber daya alam secara seimbang untuk menjaga keberlanjutan dan kemandirian energi nasional. (fntv)

Posting Komentar untuk "Bahlil Lahadalia Tegaskan Indonesia Tetap Konsisten Jalankan Transisi Energi di Tengah Luntur Semangat Global"