Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bahlil: Pemerintah Tak Campur Tangan Batalnya Vivo dan BP-AKR Beli BBM Pertamina



Jakarta, Framing NewsTV - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menanggapi isu batalnya Vivo dan BP-AKR membeli base fuel atau bahan bakar minyak (BBM) murni dari PT Pertamina (Persero). Menurut Bahlil, pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk ikut campur dalam kesepakatan bisnis tersebut. Ia menegaskan bahwa peran pemerintah hanya sebatas sebagai penghubung antara badan usaha swasta dengan Pertamina, agar masalah pasokan BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta dapat diatasi.

“B2B-nya lagi dikomunikasikan. Saya kan sudah katakan, B2B-nya itu kolaborasi antara swasta dengan swasta. Jadi masih berjalan ya,” ujar Bahlil saat ditemui di Kantor BPH Migas, Jakarta, Kamis (2 Oktober 2025). Ia menekankan bahwa mekanisme ini murni merupakan urusan business to business (B2B), sehingga pemerintah tidak bisa mengintervensi hasil dari kesepakatan tersebut.

Rencana Awal Vivo dan BP-AKR
Wakil Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, sebelumnya mengungkapkan bahwa Vivo dan BP-AKR sempat berencana membeli base fuel dari Pertamina. Bahkan, Vivo sudah menyatakan minat untuk membeli hingga 40.000 barel base fuel. Kesepakatan itu muncul setelah adanya arahan dari Kementerian ESDM yang mendorong skema B2B sebagai jalan tengah dalam menjaga stabilitas pasokan BBM di pasar domestik.

Namun, rencana tersebut akhirnya batal terlaksana. Achmad menjelaskan, keberatan muncul dari pihak SPBU swasta terkait kandungan etanol yang terdapat dalam base fuel Pertamina. “Secara regulasi, diperkenankan etanol itu sampai jumlah tertentu, kalau tidak salah sampai 20 persen. Sedangkan ini ada etanol 3,5 persen. Nah ini yang membuat kondisi teman-teman SPBU swasta tidak melanjutkan pembelian karena ada konten etanol tersebut,” ujar Achmad dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (1 Oktober 2025).

Alasan Kandungan Etanol Jadi Masalah
Kandungan etanol dalam bahan bakar Pertamina sesungguhnya telah sesuai regulasi, bahkan jauh di bawah ambang batas yang diperbolehkan. Pemerintah sendiri memberikan toleransi hingga 20 persen, sementara kadar etanol dalam base fuel Pertamina hanya 3,5 persen. Meski demikian, pihak SPBU swasta menilai adanya campuran etanol tetap bisa memengaruhi kualitas dan kesesuaian dengan standar operasional mesin kendaraan tertentu.

Kekhawatiran inilah yang kemudian menjadi alasan utama dibatalkannya kesepakatan pembelian. Beberapa pengusaha SPBU swasta bahkan menilai bahwa produk dengan campuran etanol bisa berdampak pada kepuasan konsumen di lapangan. Mereka tidak ingin menanggung risiko keluhan pelanggan atau kerugian akibat ketidaksesuaian standar teknis yang mungkin terjadi.

Pemerintah Dorong Kolaborasi
Di sisi lain, pemerintah berharap kerja sama antara Pertamina dan SPBU swasta tetap dapat berjalan. Bahlil menegaskan bahwa kolaborasi ini penting untuk memastikan ketersediaan energi di seluruh wilayah Indonesia. Meski tidak ikut campur dalam proses negosiasi bisnis, pemerintah berkomitmen mendukung iklim usaha yang sehat dan berkeadilan bagi seluruh pelaku industri migas.

Langkah ini juga sejalan dengan upaya pemerintah menjaga stabilitas pasokan energi nasional di tengah dinamika pasar global. Dengan semakin banyaknya badan usaha yang terlibat dalam distribusi BBM, diharapkan terjadi peningkatan daya saing serta pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.

Pertamina Hadapi Tantangan
Bagi Pertamina, batalnya kesepakatan dengan Vivo dan BP-AKR tentu menjadi tantangan tersendiri. Di satu sisi, Pertamina harus memastikan produk base fuel tetap sesuai dengan standar regulasi dan keberlanjutan energi. Namun di sisi lain, perusahaan juga perlu meyakinkan para mitra bisnis bahwa produk tersebut aman, efisien, dan dapat diterima oleh pasar.

Achmad menambahkan bahwa pihaknya terus membuka ruang komunikasi dengan semua pihak. Ia menilai, peluang kerja sama di masa mendatang tetap ada, asalkan ditemukan titik temu terkait spesifikasi produk dan kesesuaian kebutuhan masing-masing SPBU swasta.

Harapan ke Depan
Ke depan, pemerintah berharap mekanisme B2B dapat menjadi jalan keluar terbaik dalam menjaga pasokan BBM di Indonesia. Bahlil menilai bahwa persaingan usaha yang sehat akan menciptakan kondisi pasar yang lebih stabil. Selain itu, kolaborasi Pertamina dengan SPBU swasta juga bisa memperluas jangkauan distribusi, terutama di daerah yang masih minim pasokan energi.

Dalam konteks ini, keputusan Vivo dan BP-AKR untuk mundur dari rencana pembelian base fuel dianggap sebagai bagian dari dinamika bisnis. Pemerintah tetap membuka ruang bagi kerja sama di masa depan, sembari menekankan bahwa kebijakan energi nasional harus berpijak pada kepastian pasokan, keberlanjutan, serta kepentingan masyarakat luas. (rhmn/fntv)

Posting Komentar untuk "Bahlil: Pemerintah Tak Campur Tangan Batalnya Vivo dan BP-AKR Beli BBM Pertamina"