Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mahkamah Konstitusi Batalkan UU Tapera, Pekerja dan Pemberi Kerja Terbebas dari Iuran Wajib yang Membebani



Framing NewsTV, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menjadi sorotan publik setelah secara resmi membatalkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) melalui putusan bernomor 96/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan pada Senin, 29 September 2025. Putusan ini menjadi tonggak penting dalam perjuangan pekerja dan serikat buruh yang selama bertahun-tahun menilai iuran Tapera sebagai beban tambahan di tengah kondisi ekonomi yang semakin menantang.

Dalam sidang pembacaan putusan, Hakim Konstitusi Saldi Isra menegaskan bahwa kewajiban membayar iuran Tapera sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Ayat 1 UU Tapera menimbulkan konsekuensi serius bagi pekerja. Bagi mereka yang baru saja kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK), kewajiban tersebut justru akan semakin memperburuk kondisi finansial. Hal serupa juga berlaku bagi pemberi kerja, terutama perusahaan yang tengah menghadapi pembekuan usaha atau pencabutan izin usaha.

Sehingga berpotensi mendegradasi kehidupan sosial-ekonomi yang semakin menjauhkan negara dalam upaya mewujudkan amanat Pasal 34 Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, yang berdampak pada kehidupan ekonomi pekerja maupun pemberi kerja,” ujar Saldi Isra dalam sidang.

Selain itu, MK juga menyoroti fakta bahwa UU Tapera memberikan sanksi administratif yang cukup berat bagi pekerja maupun pemberi kerja yang tidak mendaftarkan diri sebagai peserta. Sanksi tersebut berupa pembekuan izin usaha hingga pencabutan izin usaha, yang menurut hakim sangat memberatkan dunia usaha. “Hal demikian tentu saja memberatkan pemberi kerja, terlebih ketika berada dalam situasi perekonomian yang tidak kondusif,” lanjut Saldi.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 yang merupakan turunan dari UU Tapera semakin memperluas cakupan peserta yang wajib mengikuti program ini. Regulasi tersebut menetapkan bahwa peserta Tapera mencakup calon pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI, polisi, pejabat negara, pekerja atau buruh di BUMN maupun swasta, hingga pekerja mandiri. Dengan kata lain, hampir semua orang yang menerima gaji atau upah diwajibkan untuk ikut serta.

Kewajiban inilah yang dinilai MK tidak sejalan dengan prinsip keadilan sosial serta menyalahi amanat konstitusi. Menurut Saldi Isra, penerapan iuran wajib Tapera justru berpotensi menambah beban ekonomi masyarakat luas dan berlawanan dengan tujuan negara untuk menyejahterakan rakyatnya. Atas dasar ini, MK mengabulkan permohonan pemohon dan menyatakan keseluruhan UU Tapera bertentangan dengan UUD 1945.

Putusan MK ini mendapat sambutan positif dari berbagai pihak, terutama kalangan buruh. Mereka menilai langkah MK sebagai angin segar yang dapat meringankan beban pekerja, khususnya di sektor swasta yang selama ini menolak keras aturan tersebut. Serikat buruh bahkan menyebut putusan ini sebagai kemenangan penting bagi perjuangan kelas pekerja dalam menolak iuran yang dinilai tidak adil.

Meski demikian, MK juga memberikan ruang bagi pemerintah untuk melakukan penataan ulang terhadap kepesertaan Tapera yang telah berjalan, khususnya bagi aparatur sipil negara (ASN). Dalam amar putusannya, MK memberikan waktu dua tahun sejak putusan dibacakan bagi pemerintah untuk melakukan penyesuaian. Dengan demikian, pemerintah masih memiliki peluang untuk merumuskan skema baru yang lebih adil, transparan, dan tidak membebani pekerja maupun pemberi kerja.

Putusan ini sekaligus membuka ruang diskusi baru mengenai masa depan program perumahan rakyat di Indonesia. Di satu sisi, kebutuhan akan perumahan terjangkau tetap menjadi isu krusial yang harus dijawab pemerintah. Namun di sisi lain, mekanisme penghimpunan dana melalui iuran wajib Tapera dinilai tidak efektif, bahkan kontraproduktif terhadap upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Ke depan, pemerintah perlu mencari solusi yang lebih inovatif dan berkeadilan dalam menyediakan perumahan rakyat. Alternatif kebijakan, seperti insentif fiskal, subsidi langsung, hingga kemitraan dengan sektor swasta, dinilai bisa menjadi pilihan yang lebih tepat dibandingkan memaksakan iuran wajib kepada pekerja. Dengan begitu, cita-cita menghadirkan rumah layak dan terjangkau bagi seluruh rakyat tetap dapat diwujudkan tanpa menimbulkan beban baru bagi masyarakat.

Putusan MK ini sekaligus menegaskan kembali fungsi Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi (the guardian of constitution) dan pelindung hak-hak konstitusional warga negara. Dengan membatalkan UU Tapera, MK mengirim pesan kuat bahwa kebijakan publik harus selalu berpihak pada kepentingan rakyat dan tidak boleh mengorbankan kesejahteraan masyarakat demi alasan pembangunan semata. (fntv)

Posting Komentar untuk "Mahkamah Konstitusi Batalkan UU Tapera, Pekerja dan Pemberi Kerja Terbebas dari Iuran Wajib yang Membebani"