Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Skandal Perpanjangan Jabatan? Prof Zamrun Diminta Akhiri Krisis Kepemimpinan UHO



Framing NewsTV - Belum dilantiknya Prof Armid hingga saat ini sebagai Rektor Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari telah memicu banyak pertanyaan dan sejumlah spekulasi di publik Sulawesi Tenggara (Sultra).

Drama berkepanjangan dalam tubuh Universitas Halu Oleo tampaknya belum akan berakhir. Kemenangan Prof. Armid sebagai Rektor terpilih justru tak membawanya ke kursi definitif. Sebaliknya, publik justru dikejutkan dengan kenyataan pahit: Prof Armid yang sah terpilih tak kunjung dilantik, padahal masa transisi seharusnya sudah berakhir. Ketidakjelasan ini mengundang gelombang reaksi di tengah masyarakat, menimbulkan pertanyaan besar yang menggantung: Ada kekuatan apa yang menahan pelantikannya? Siapa yang bermain di balik layar kampus terbesar di Sultra ini?

Ditambah lagi dengan diperpanjangnya masa jabatan Prof. Muhammad Zamrun Firihu sebagai Rektor UHO. Seharusnya Prof Armid telah dilantik, namun pihak Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) malah menunjuk Prof Zamrun untuk diperpanjang masa jabatannya. Sehingga hal tersebut menuai banyak tanda tanya, ada apa sebenarnya dibalik ini.

Keputusan Kemdiktisaintek ini bukan hanya menuai tanda tanya, tapi juga menciptakan kemarahan terselubung di kalangan akademisi dan masyarakat sipil. Dalam pandangan banyak orang, langkah ini mencoreng semangat reformasi kampus yang selama ini diperjuangkan. Mengapa seorang rektor yang sudah menjabat dua periode kembali diperpanjang? Apa yang membuat pemerintah ragu melantik Prof Armid? Pertanyaan-pertanyaan ini menggantung tanpa jawaban yang logis.

Menanggapi hal tersebut, Pengamat Sulawesi Tenggara Dr. La Ode Bariun ikut menyayangkan sikap Kemdiktisaintek yang malah memperpanjang masa jabatan Prof Zamrun sebagai Rektor UHO. Kata dia, seharusnya pihak Kemdiktisaintek mempercepat pelantikan Prof Armid sebagai Rektor UHO terpilih atau menunjuk pejabat pusat yang duduk sebagai Pelaksana Rektor UHO.

Dr. La Ode Bariun tidak tinggal diam. Dalam pernyataan tegasnya, ia menyebut bahwa langkah kementerian yang memperpanjang jabatan Zamrun justru membuka peluang kecurigaan publik terhadap praktik manipulasi kekuasaan. Menurutnya, jika memang ada kendala dalam pelantikan rektor baru, maka yang ditunjuk semestinya bukan orang dari dalam lingkaran lama, melainkan pejabat netral dari pusat yang bebas dari konflik kepentingan.

Lanjut Bariun, jika belum dilantiknya Rektor UHO yang baru karena adanya beberapa dugaan catatan masalah, maka seharusnya Kemdiktisaintek tidak menunjuk pejabat dari internal UHO menduduki pucuk pimpinan, namun sebaiknya dari pejabat pusat. Hal ini agar menjaga netralitas dan menyelesaikan segala persoalan yang ada hingga adanya Rektor UHO definitif.

Ia mengingatkan, bahwa menunjuk orang dalam di tengah badai dugaan pelanggaran adalah pilihan yang fatal. Hal ini justru akan memperkuat dugaan publik bahwa kekuasaan di kampus sedang dikunci oleh elite lama. Langkah ini bahkan bisa menciptakan preseden buruk bagi kampus lain, seolah menyiratkan bahwa suara pemilihan tidak berarti apa-apa jika tidak sesuai kehendak elit. "Mengamankan kampus seharusnya dimulai dari membersihkan konflik kepentingan," tegas Bariun.

“Maka untuk mengklirkan itu, tentunya tidak boleh pejabatnya dari dalam. Kalau pejabatnya dari dalam maka akan kembali yang sama, itulah harapan kita,” ujar La Ode Bariun saat ditemui di Kota Kendari, Jumat (04/07/2025).

Pernyataan ini menandakan bahwa kegelisahan akademisi Sultra bukan soal pribadi, tetapi soal sistem. Mereka menuntut agar kampus tidak lagi dijadikan arena transaksi kekuasaan. Apalagi jika ditarik ke belakang, selama dua periode Prof Zamrun menjabat, kontroversi sudah beberapa kali mencuat — mulai dari dugaan manipulasi senat, rekayasa Pilrek, hingga dominasi kelompok loyalis dalam pengambilan keputusan kampus. Maka, mempertahankan wajah lama, bagi banyak pihak, sama saja dengan melanggengkan krisis integritas.

Sebagai kampus terbesar di Sulawesi Tenggara, tambah Bariun, maka Prof Zamrun yang telah diperpanjang masa jabatannya sebaiknya menjelaskan ke publik terkait alasan belum dilantiknya Prof Armid sebagai Rektor UHO terpilih.

Bukan hanya pihak kementerian yang disorot, tetapi juga Prof Zamrun sendiri kini berada dalam pusaran tuntutan. Publik mendesak agar ia tidak lagi bersembunyi di balik diamnya institusi, melainkan angkat bicara secara terbuka dan jujur. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ia mengetahui alasan penundaan pelantikan Prof Armid? Ataukah ada keterlibatan dirinya dalam penundaan tersebut? Di tengah ketidakpastian ini, diam adalah bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan publik.

“Kita menaruh harapan besar supaya Pak Prof Zamrun tidak mendiamkan ini persoalan-persoalan. Karena di publik ini sekarang menjadi tanda tanya kenapa Rektor yang terpilih belum dilantik, itu tentu harus mendapat suatu penjelasan. Karena ini akan membuat persepsi yang berbeda-beda di kalangan masyarakat,” pungkasnya.

Pernyataan ini adalah bentuk kegelisahan publik yang tak bisa dianggap remeh. Dalam ruang kosong informasi, spekulasi akan tumbuh subur. Maka ketegasan, transparansi, dan kejujuran sangat diperlukan. Jika tidak ada yang salah, katakan kepada publik. Jika ada masalah, akui dan benahi. Tapi jika diam, maka yang terjadi adalah runtuhnya kepercayaan terhadap kampus — sebuah institusi yang seharusnya menjadi benteng moral dan intelektual.

Peluang Konflik dan Keruntuhan Demokrasi Kampus
Melihat situasi yang berkembang, penundaan pelantikan Rektor terpilih dan perpanjangan masa jabatan petahana menciptakan iklim akademik yang tidak sehat. Mahasiswa mulai bertanya-tanya: apakah suara demokrasi di kampus benar-benar didengar, atau hanya formalitas belaka? Dosen-dosen muda kehilangan motivasi karena melihat bahwa meritokrasi telah tergantikan oleh loyalitas terhadap elit lama. Apalagi bila dugaan penggunaan kekuasaan dan tekanan politik terbukti, maka yang sedang berlangsung bukan sekadar kekacauan administratif — melainkan kudeta akademik secara halus.

Tuntutan Publik Makin Keras: Presiden Prabowo Diminta Turun Tangan
Meluasnya sorotan terhadap UHO bahkan telah sampai ke tingkat nasional. Lembaga masyarakat sipil dan organisasi akademisi kini mulai menyuarakan desakan agar Presiden Prabowo Subianto turut turun tangan menyelesaikan kebuntuan ini. Negara tidak boleh tinggal diam ketika suara pemilihan diabaikan. Jika Kemdiktisaintek gagal menyelesaikan konflik ini secara transparan, maka presiden harus turun tangan sebagai pengayom dunia pendidikan tinggi. ***)