Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Geger! Jelang Akhir Jabatan, Rektor UHO Prof. Muhammad Zamrun Diterpa Isu Hubungan Gelap dan Dugaan Pemberian Mobil Mewah?




Framing NewsTV,  Kendari, Sulawesi Tenggara – Menjelang akhir masa jabatannya pada 2 Juli 2025, Rektor Universitas Halu Oleo (UHO) Prof. Muhammad Zamrun kembali menjadi sorotan publik. Sebuah isu sensasional tengah ramai dibicarakan di kalangan sivitas akademika kampus: dugaan adanya hubungan spesial antara sang rektor dengan seorang mantan dekan berinisial “J”.

Rumor ini menyebar dengan cepat, mengiringi beredarnya kabar bahwa Prof. Zamrun disebut-sebut diduga telah menjalin hubungan gelap dan telah memberikan sebuah mobil mewah berjenis Honda HR-V kepada sosok “J”. Kendaraan itu dikaitkan dengan dugaan gratifikasi nonformal atas “kerja sama” yang dijalin selama periode tertentu. Isu ini semakin kompleks karena adanya kecurigaan bahwa hubungan tersebut telah berlangsung cukup lama, dan “J” disebut turut memainkan peran penting dalam pengelolaan salah satu fakultas strategis di UHO, termasuk dalam urusan penerimaan mahasiswa baru.

Jejak Isu yang Menguat: Antara Fakta dan Spekulasi

Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi yang membenarkan maupun membantah kabar dugaan tersebut dari pihak terkait. Namun demikian, sejumlah pihak internal kampus mengaku sudah lama mendengar bisik-bisik seputar kedekatan antara Prof. Zamrun dan “J”. Isu ini memang tak muncul secara tiba-tiba, melainkan telah berkembang secara diam-diam selama beberapa waktu.

Salah satu dosen di lingkungan UHO yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa suasana kampus memang tengah diliputi rasa tidak nyaman sejak isu ini kembali menguat menjelang akhir masa jabatan sang rektor. "Kami di lingkungan akademik hanya bisa mengamati dan berharap ada klarifikasi yang benar-benar objektif. Ini menyangkut kredibilitas lembaga," ujarnya singkat.

Hadiah Mewah untuk Kepentingan Tertentu?

Yang menjadi pertanyaan besar bukan hanya kedekatan personal antara kedua sosok tersebut, tetapi dugaan adanya imbal jasa berupa pemberian mobil mewah. Dalam lingkungan kampus, isu ini ramai dibicarakan sebagai bentuk “penghargaan” terhadap kinerja “J” dalam menjaga stabilitas di fakultas bergengsi dan mengamankan berbagai kepentingan, termasuk proses rekrutmen mahasiswa baru.

Jika dugaan ini benar, maka dapat membuka ruang diskusi yang lebih luas soal integritas kepemimpinan dan tata kelola kampus negeri. Apakah pengaruh jabatan digunakan untuk keuntungan pribadi? Apakah ada konflik kepentingan yang tersembunyi dalam dinamika kepemimpinan rektorat?

Perubahan Penampilan yang Mengundang Tanya

Menariknya, dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat dan kalangan internal kampus juga mencatat perubahan mencolok dalam gaya penampilan Prof. Zamrun. Ia kini lebih sering tampil kasual dan penuh warna: mengenakan sepatu mencolok, pakaian ketat, dan celana model botol yang lazim dipakai kalangan anak muda. Gaya baru ini menimbulkan beragam komentar, terutama di tengah merebaknya isu hubungan personal yang diduga melibatkan sosok wanita di lingkungan akademik.

“Penampilannya berbeda sekarang. Lebih berwarna dan stylish. Ada yang bilang itu bagian dari ekspresi pribadi, tapi karena isu yang beredar, orang jadi mengaitkannya ke hal-hal yang lebih sensasional,” ucap seorang staf kampus.

Kepemimpinan Dipertanyakan: Antara Etika dan Tanggung Jawab Moral

Di tengah kemajuan teknologi informasi dan tuntutan akan transparansi publik, sorotan terhadap pemimpin perguruan tinggi bukan hanya pada performa administratif, tetapi juga pada kualitas moral dan etika. Dalam kasus ini, muncul kritik tajam dari beberapa civitas akademika yang menyayangkan jika benar seorang rektor terlibat dalam relasi tak wajar yang berujung pada gratifikasi.

“Kepemimpinan kampus harus mencerminkan nilai akademik dan etika. Jika pemimpin justru menunjukkan perilaku yang berpotensi menyalahgunakan jabatan, apalagi perilaku amoral, maka kepercayaan masyarakat terhadap institusi akan tergerus,” ujar Salah seorang Dosen yang enggan disebut namanya.

Diamnya Pihak Terkait: Membuka Celah untuk Spekulasi

Sikap diam dari Prof. Zamrun maupun pejabat kampus lainnya sejauh ini belum membantu meredam isu. Sebaliknya, ketidakjelasan posisi resmi dari institusi membuka ruang bagi berkembangnya spekulasi liar. Banyak yang berharap agar UHO sebagai lembaga pendidikan tinggi dapat bersikap terbuka, objektif, dan akuntabel dalam menangani isu-isu yang menyangkut reputasi pimpinan mereka.

Kalangan mahasiswa pun mulai angkat suara, mendorong agar Senat Universitas maupun pihak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memberikan perhatian terhadap kasus ini. “Kalau memang tidak benar, harus ada klarifikasi terbuka. Tapi kalau benar, jangan sampai hanya diam demi menjaga citra. Kampus bukan milik individu,” ujar Ketua BEM salah satu fakultas di UHO.

Moralitas Pemimpin Akademik dalam Sorotan

Skandal yang melibatkan pemimpin kampus bukan hal baru di Indonesia. Beberapa tahun terakhir, sejumlah kasus mencuat di berbagai perguruan tinggi, mulai dari penyalahgunaan dana, suap, hingga relasi tidak etis. Kasus-kasus ini menunjukkan pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap perilaku pejabat kampus, serta perlunya penegakan kode etik akademik yang kuat.

Bagi masyarakat akademik, seorang rektor bukan hanya administrator, tapi juga role model. Ketika integritas moral pemimpin kampus dipertanyakan, maka seluruh sistem akademik bisa terdampak.

Harapan Publik: Transparansi dan Reformasi Tata Kelola Kampus

Di tengah berbagai spekulasi yang berkembang, langkah terbaik adalah membuka ruang klarifikasi yang transparan dan bertanggung jawab. Jika memang tidak ada pelanggaran, maka penjelasan terbuka bisa meredam fitnah. Namun jika ditemukan bukti atas dugaan yang beredar, maka perlu ada tindakan korektif yang tegas demi menjaga marwah institusi.

Publik berharap UHO tidak terjebak dalam budaya diam dan pembiaran. Momentum akhir jabatan rektor harus dimanfaatkan sebagai refleksi terhadap tata kelola kepemimpinan yang sehat dan akuntabel.

Isu yang berkembang ini menjadi cermin penting bagi dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Integritas bukan hanya soal pencapaian akademik, tetapi juga perilaku dan keputusan pribadi yang berdampak pada institusi. Universitas Halu Oleo kini berada di persimpangan: memilih jalan transparansi dan perbaikan, atau membiarkan keraguan dan ketidakpercayaan tumbuh lebih dalam. (***)