Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cemari Nama Baik UHO! Prof. Armid Didesak Mundur: Mahasiswa Tuntut Ombudsman Usut Dugaan Skandal Moral



Framing NewsTV, Kendari — Jelang Pemilihan Rektor Universitas Halu Oleo Periode 2025-2029, sejumlah mahasiswa melakukan aksi demonstrasi di depan Kantor Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sulawesi Tenggara. Mereka menyuarakan tuntutan tegas agar lembaga pengawas pelayanan publik tersebut segera memeriksa secara menyeluruh salah satu calon Rektor UHO periode 2025–2029 yang diduga terlibat dalam skandal moral.

Aksi yang berlangsung pada Senin, 26 Mei 2025 ini menyerukan pentingnya moralitas dalam kepemimpinan di dunia pendidikan, khususnya dalam proses pemilihan Rektor UHO. Mereka mendesak agar Ombudsman Sulawesi Tenggara segera meneruskan laporan masyarakat tentang dugaan pelanggaran moral salah satu Calon Rektor kepada Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Republik Indonesia.

“UHO tidak boleh dipimpin oleh sosok yang tercemar moralnya. Kami mendesak Ombudsman segera mengambil langkah nyata dan melaporkan hal ini ke Kementerian agar menjadi bahan pertimbangan serius dalam proses penetapan rektor,” ujar lantang salah satu peserta aksi. 



Menanggapi aksi tersebut, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Tenggara, Mastri Susilo, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima surat laporan terkait dugaan skandal moral yang menyeret nama salah satu calon rektor UHO, yaitu Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerjasama, Prof. Armid. Mastri menjelaskan bahwa laporan itu masuk pekan lalu dan telah didisposisikan kepada tim Penerimaan dan Verifikasi Laporan (PVL) untuk ditindaklanjuti.

“Hari ini kami mulai proses verifikasi formil. Kami sudah mencoba menghubungi pelapor melalui nomor yang tercantum dalam laporan, namun sayangnya nomor tersebut tidak aktif,” ungkap Mastri kepada awak media.

Meski begitu, Mastri menegaskan bahwa Ombudsman tetap berkomitmen untuk menyelesaikan proses ini secara profesional. Jika dalam waktu 14 hari ke depan pelapor tidak melengkapi persyaratan administratif, maka sesuai prosedur internal Ombudsman, laporan dianggap gugur atau dicabut secara otomatis oleh pelapor.



“Kami akan bersurat ke alamat sekretariat pelapor. Jika tidak ada respons dalam tenggat waktu yang ditentukan, proses tidak bisa dilanjutkan. Namun jika syarat formil dilengkapi, maka akan berlanjut ke verifikasi materiil,” tegasnya.

Laporan terhadap Prof. Armid pertama kali dilayangkan oleh Koalisi Pemerhati Perempuan dan Anak (KPPA) Sultra. Dalam laporannya yang disampaikan oleh Koordinator KPPA, Dahlia, disebutkan bahwa dugaan skandal moral ini mencuat setelah beredarnya sebuah video viral di media sosial TikTok melalui akun @Tie Saranani.

Dalam video tersebut, diklaim bahwa Prof. Armid pernah menjalin hubungan tak resmi dengan seorang perempuan bernama Rahma, yang merupakan mantan stafnya saat menjabat sebagai Ketua Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) UHO pada tahun 2012. Parahnya, hubungan tersebut bahkan disebut telah menghasilkan anak di luar nikah.

“Ini bukan sekadar isu pribadi, tapi menyangkut integritas seorang calon pemimpin institusi pendidikan. UHO adalah simbol intelektualitas Sulawesi Tenggara. Jika dipimpin oleh sosok yang memiliki catatan buruk moral, maka citra universitas akan hancur,” tegas Dahlia dalam pernyataan tertulisnya.



Tidak berhenti sampai di situ, KPPA juga menambahkan bahwa Prof. Armid diduga memiliki hubungan perselingkuhan dengan seorang dosen dari Universitas Diponegoro, drh. Siti Susanti, Ph.D. Sosok perempuan yang disebut bekerja sebagai staf pengajar di Undip tersebut ditengarai menjalin hubungan pribadi yang tak pantas dengan Prof. Armid di luar konteks profesionalisme akademik.

Meski belum ada keterangan resmi dari pihak-pihak yang dituduh, laporan ini telah menggugah kekhawatiran publik, terutama civitas akademika UHO yang merasa bahwa standar moral calon rektor harus dijaga dengan ketat.

Lebih lanjut, laporan tersebut juga menyoroti potensi pelanggaran terhadap aturan administrasi dalam proses pencalonan rektor. Pada poin ke-16 dari persyaratan administratif bagi bakal calon rektor UHO periode 2025–2029, disebutkan bahwa setiap calon wajib menandatangani surat pernyataan tidak pernah melakukan pelanggaran terhadap integritas akademik dan moral.

Dengan adanya tuduhan tersebut, KPPA menilai bahwa Prof. Armid telah melanggar komitmen moral yang sebelumnya telah ia nyatakan sendiri. Oleh karena itu, menurut mereka, kelayakan Prof. Armid untuk melanjutkan pencalonannya sebagai rektor patut dipertanyakan.

“Tindakan yang dilakukan Prof. Armid mencederai integritas institusi. Maka dari itu, kami meminta kepada Ketua Ombudsman RI Perwakilan Sultra untuk menyelidiki lebih dalam dan tidak membiarkan isu ini dibiarkan tenggelam begitu saja,” kata Dahlia.

KPPA, Mahasiswa dan para alumni UHO yang terlibat dalam aksi ini memiliki satu tuntutan utama: kejelasan dan transparansi. Mereka tidak ingin isu ini hanya menjadi polemik sesaat yang berakhir tanpa penyelesaian. Mereka juga menegaskan bahwa laporan tersebut tidak dibuat dengan niat menjatuhkan pribadi seseorang, melainkan sebagai bentuk kepedulian terhadap masa depan UHO sebagai institusi pendidikan yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral.



“Jika kampus dipimpin oleh orang yang tidak bermoral, maka kita sedang mewariskan kebobrokan kepada generasi berikutnya. Kami tidak akan diam,” ujar salah satu alumni UHO yang ikut dalam aksi.

Kini, semua mata tertuju pada Ombudsman Sulawesi Tenggara. Masyarakat, mahasiswa, dan para pengamat pendidikan menunggu langkah konkret dari lembaga ini dalam merespons laporan tersebut. Proses verifikasi formil yang tengah berjalan diharapkan dapat segera diselesaikan agar dilanjutkan ke tahap materiil, sehingga kebenaran bisa terungkap secara objektif dan menyeluruh.

Di tengah proses pemilihan Rektor UHO yang sedang berlangsung, desakan moral seperti ini menjadi pengingat bahwa jabatan akademik tertinggi bukan hanya soal kompetensi, tapi juga tentang karakter dan integritas pribadi. (fntv/fntv)